Memang secara logis nggak ada manusia yang ingin hidup dari tempe ke tempe. Makanya mayoritas guru kerap ngajar di dua tempat bahkan ada yang mengajar di 6 sekolah agar bisa hidup layak. Kalau mau berbakti benar nasib bakal tak jauh beda dengan guru-guru di daerah. Hidup dalam kondisi prihatin.
Tentunya kondisi prihatin tersebut rawan dan sangat mempengaruhi mutu pengajaran.
Masalah?
Kalau di rumah anak sakit, makan nasi tak ada tentu guru jadi gampang marah. Siswa salah sedikit marah. Konsentrasi pun tidak penuh hingga banyak guru yang menumpuk tugas-tugasnya karena tidak sempat dan mereka juga tidak melakukan pendalaman materi.
Banyak guru hanya sekedar mengajar. Mereka tidak bersedia dituntut terlalu banyak dari profesinya karena kehidupannya sendiri belum nyaman. Ya, sungguh menyedihkan sekaligus dapat dimengerti.
Menyedihkan karena justru sekarang ini pendidikan anak cenderung diserahkan ke sekolah. Dapat dimengerti karena kesejahteraan memang masalah yang mendasar sekali. Dan, rasanya wajar kalau guru mengharap perbaikan kesejahteraan.
Tapi jangan kita yang disuruh ikut les tambahan dong, lebih seru kalo pintar dari belajar di kelas bersama bukan kelas tambahan. Iya nggak? (Edi Dimyati)