"Tapi, sori kalo untuk wawancara, kami nggak bisa bantu, karena jadwal untuk wawancara sudah penuh karena sudah dipersiapkan sejak sebulan lalu, tapi saya akan bantu kamu untuk dapet pass untuk motret dan ke backstage." Lumayan. Dan di backstage bisa ngobrol sama manajer dan beberapa pemain bandnya Mick Jagger, termasuk sempet ngobrol sama gitarisnya, Joe Satriani. Di kemudian hari Satriani menjelma menjadi satu gitaris rock nomor wahid dunia.
Jagger adalah batu ujian pertama. Selepas itu Hai makin gencar melakukan aksi pencegatan. Modus pencegatan itu bahkan — kalau perlu - dengan cara bertandang ke kampung si artis.
Yang paling jauh adalah Sepultura. Karena musti terbang lebih dari 30 jam dan melintasi lebih dari separuh bumi.
Tanggal 17 Juni 1992, Hai pun sampai di Sao Paulo, Brasil. Sambutannya pun setimpal. Meski tampangnya sangar, anak Sepultura ternyata humble dan bersahabat.
Hai bukan cuma diterima untuk wawancara, tapi malah sempet diajak jalan-jalan dan nonton bola segala. Karenanya, begitu Sepultura show di Jakarta dan Surabaya, Hai-lah yang pertama mereka cari. Serasa ketemu saudara jauh aja.
Dan, sekarang giliran Hai yang ngajak mereka jalan-jalan. Sampai ke Bali segala buat maen surfing.
Artis yang dicegat bukan rockers melulu. Suatu kali grup kayak Air Supply pun Hai sambangi. Russell Hitchcock, satu dari duo Air Supply yang bersuara tenor itu bahkan kemudian mengundang Hai ngobrol bareng di rumahnya di Flagstaff, Arizona.
Nyari rumahnya lumayan susah. Maklum saat itu lagi turun salju, akibatnya semua rumah warnanya sama: putih.
Nggak cuma di hotel, di backstage, di rumah, tapi Hai ketemu sama artis besar bisa juga di satu kafe kecil di sudut pinggiran L.A. Seperti saat ketemu Robert Lamm, salah satu dedengkot band legendaris Chicago sebelum mereka show di Jakarta.
Dari lokasi yang dipilihnya saja, ketauan si Robert Lamm ternyata begitu sederhana. Ia datang ke kafe, jalan kaki sendirian sambil payungan di tengah rintik hujan. Ah, padahal Hai dateng ke situ dianter naik Mercy terbaru milik seorang temen di Amrik.
Dan yang terjadi memang bukan wawancara. Melainkan, ngobrol begitu akrab ditemani bercangkir-cangkir kopi dan tanpa dibatasi waktu. Dan begitu pulang, kembali keyboardis band yang telah menjual lebih dari 120 juta keping album itu berjalan kaki sendirian, tetep payungan di tengah gerimis.