Namun, Ross sadar kok sejak awal ia ingin membawa para penonton ke dalam alur sebenarnya yang ada dinovel. Tetapi ia juga harus memastikan plotnya memiliki koneksi dengan visual para penonton.
Jadi, kecuali film pertama, The Hunger Games yang mengalir saja. Obstacle yang dimunculkan semena-mena menggiring para penonton untuk merasakan apa yang dihadapi oleh Katniss dan kawan-kawan.
Jika alur agak sedikit bermasalah, maka sang sutradara mematangkan cara ia menghadirkan kedua film tersebut secara visual. Ross menggunakan jasa dari Tom Stern yang sukses dengan film-film Box Office lainnya.
Tapi, publik mencatat ada error cinemotography yang terjadi, khususnya pada film pertama. Yang pertama soal aturan angle 180 derajat, khususnya saat pengambilan adegan berlari.
Sang sutradara terkesan memaksam mengambil gambar menggunakan empat kamera yang sebenarnya nggak bisa dijangkau lensa. Seperti pada adegan Katniss berpisah dengan sang adik, Primrose di film pertama.
Dalam adegan tersebut, Primrose yang berada di kiri coba berbicara dengan Katnis yang berada di kanan layar kaca. Namun saat Katniss akan menyerahkan bros Mockingjay, kedua posisinya berubah drastis.
Ross sama sekali tidak memerhatikan kemana kamera harus mengarah. Karena, ketika aturan angle 180 derajat dilanggar, efek negatifnya saat film sudah jadi bakal sangat fatal.
Namun, terlepas dari beberapa kecatatan tersebut, kualitas sinematografi dengan sedikit green screen patut diacungi jempol. Ini yang jadi acuan di film ketiga bakal lebih baik.