Alih-alih terbang ke London untuk pertemuan yang menyenangkan, Sia malah menghadiri pemakaman sang cinta pertamanya.
Kematian Pontifex merupakan sumber trauma awal bagi Sia yang waktu itu berusia 21 tahun, yang digambarkannya kepada The Adelaide Magazine sebagai "cinta pertama dalam hidupnya".
"Gue kacau banget setelah Dan meninggal. Gue bener-bener nggak bisa ngerasain apa-aoa,"njelasnya kepada The Sunday Times. Album solo keduanya Healing Is Difficult tahun 2001, mengeksplorasi tema kehilangan setelah kematian Pontifex.
3. Kecanduan Alkohol dan Penyalahgunaan Narkoba
Setelah menghadiri pemakaman Dan Pontifex, teman-temannya mengundang Sia untuk tinggal bersama mereka.Menurut Rolling Stone, Sia akhirnya tinggal di sebuah rumah dengan tiga kamar tidur di London bersama 12 warga Australia lainnya yang berduka.
Saat di Inggris, dia bekerja sebagai bartender, menjadi penyanyi back-up untuk Jamiroquai, memimpin grup electronica Zero 7, dan merilis beberapa album solo.
Selain itu, Sia juga jadi punya kebiasaan buruk dalam penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol.
Tahun demi tahun berlalu, Sia semakin terjerumus ke dalam kecanduan alkohol. Dalam sebuah wawancara denga Louis Theroux, dia mengungkapkan kalo dia kemudian menjadi kecanduan Xanax, Valium, Vicodin, dan OxyContin.
Sia mencari bantuan di tahun 2010, bergabung dengan Alcoholics Anonymous dan menyelesaikan program 12 langkah.
Di 2018, Sia bikin tweet, berisikan sebuah pesan inspirasional kepada para penggemarnya.
"Hari ini delapan tahun sober. I love you, keep going. Kamu bisa melakukannya." (*)