“Ini beda sama film-film Orde Baru yang cenderung mendikte bahwa kebaikan akan selalu menang terhadap kejahatan. Film selepas Orba lebih banyak variasi, akhir yang menggantung, sehingga penonton bisa memiliki imajinasi lebih luas,” papar penyuka film-film horor ini.
Tito mencatat kalo sutradara seharusnya punya wawasan lebih luas lagi soal menempatkan film horor sebagai sesuatu yang memberikan pengalaman menakutkan kepada penontonnya.
“Jangan terjebak sama arketip kalo perempuan itu cuman menakut-nakuti,” tuturnya.
Saat ini, banyak film-film horor Indonesia yang mengadaptasi cerita film horor barat. Banyak film yang memunculkan tidak hanya sosok hantu, tetapi menghadirkan nuansa ketakutan yang lebih luas.
Namun, Tito mengharapkan bahwa adaptasi ini jangan sampai membuat film yang benar-benar meniru, tetapi mampu menghadirkan cerita yang lebih otentik.
“Ini jadi tantangan bagaimana biar nggak jiplak, tetapi menjadi inspirasi buat meningkatkan khazanah horison film horor kita,” pungkasnya. (*)