Sementara itu menurutSosiolog kriminalitas dari Universitas Gadjah Mada, Soeprapto, istilah klitih memang telah mengalami pergeseran makna saat ini.
Ia mengungkapkan, sejakdirinya masih menempuh pendidikan sekolah menengah, sekitar tahun 1973,iasering melihat perkelahian antarpelajar di Yogyakarta.
"Kalau dulunya ini kan lebih kepada upaya membela temannya yang memiliki masalah dengan orang lain, seperti dari daerah atau sekolah berbeda. Zaman saya sekolah dulu juga ada, tetapi hanya sebatas perkelahian antarpelajar," jelas Soeprapto kepada Kompas.com, Selasa (28/12/2021).
Akibat perkelahian antarpelajar yang tidak kunjung usai, pemerintah setempat sekitar 2008 dan 2009, sempat menegaskan aturan bahwa setiap pelajar yang terlibat perkelahian maka akan dikembalikan kepada orangtua.
"Akhirnya beberapa pelajar yang kemudian sadar, tidak lagi terlibat. Tapi anak-anak yang masih dalam lingkaran kekerasan, mencari atau melampiaskan ke jalanan. Inilah kemudian terjadi penyimpangan makna klitih," ujar Soeprapto.
Baca Juga: Nggak Ada Kapoknya, Pulang PTM Tawuran Pelajar SMK di Bogor Kembali Pecah
Geng-geng pelajar ini kemudian mencari musuh secara acak, sehingga belakangan motifnya menjadi lebih beragam.
Bahkan kini para pelajar yang terlibat kriminalitas di jalanan sudah menggunakan alat-alat, seperti rantai, gear sepedah motor, celurit, golok, atau senjata tajam lainnya. (*)
Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Apa Itu Klitih, Aksi Kriminalitas Jalanan Remaja di Yogyakarta?"