Jenis eksperimen ini awalnya hanya untuk melihat keterikatan anak dengan orang tuanya, atau orang lain dalam suatu ruangan.
Tetapi uji coba tersebut nggak sama dengan hewan. Pasalnya, anjing dan kucing dengan kondisi tanpa pelatihan memiliki rentang perhatian yang lebih pendek daripada balita. Sehingga hewan peliharaan telah kehilangan minat di ruangan itu ketika ada orang lain di tempat kejadian.
Pengujian itu dijabarkan dalam dua makalah, yakni di PLoS One (2015) pada kucing, dan Applied Animal Behaviour Science (2008) pada anjing.
Baca Juga: Kisah Omon, Kucing Oren Sekarat yang Diselamatkan Stevi Item 'DeadSquad'
Karena hasilnya yang berbeda, para ilmuwan mengembangkan eksperimennya.
Pada anjing, 48 ekor diuji untuk menjelajah ruangan sendirian, dengan pemiliknya, atau bersama orang asing. Selain itu beberapa peneliti memberikan kedua ruangan berupa mainan saat pertengahan eksperimen.
Hasilnya, mereka menyimpulkan, anjing menguasai lebih banyak tempat daripada pemiliknya. Tetapi mereka jauh lebih sedikit menguasai tempat ketika bersama orang asing, dan sangat sedikit ketika ditinggal sendirian.
Dalam aktivitas, anjing pun lebih senang bermain dengan pemiliknya. Walau pemiliknya nggak bermain bersama, anjing lebih senang bermain saat si pemilik ada di sekitarnya. Dengan orang lain atau sendiri, mereka hanya bermain lebih sedikit.
Anjing yang memiliki rasa keterikatan dengan pemiliknya akan mengawasi kepulangannya. Mereka yang ditinggalkan sendiri cenderung bersikap waspada, sering menghadap pintu tempat pemiliknya pergi, atau secara aktif mencarinya.
Baca Juga: Tidak Benar Susu Murni Cap Beruang Ampuh Lawan Covid-19? Begini Kata Ahli Gizi
Terusgimana dengan kucing?
Dalam makalah tahun 2015 itu, para peneliti mencoba eksperimen yang sama seperti yang dilakukan pada anjing. Hasilnya, dari 20 kucing, hanya 18 kucing yang berhasil menyelesaikan percobaan.