Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Seperti Manusia, Ternyata Pegunungan Himalaya pun Bisa ‘Bernapas’

Hanif Pandu Setiawan - Jumat, 21 Mei 2021 | 09:00
Everest, salah satu Gunung pada Pegunungan Himalaya.
Wikimedia

Everest, salah satu Gunung pada Pegunungan Himalaya.

“Ini hampir seperti Bumi yang menjalankan eksperimen untuk kita,” katanya kepada National Geographic.

Lempeng tektonik planet ini terus bergerak, membentuk kembali permukaannya saat mereka berpisah dan bertabrakan. Himalaya adalah hasil dramatis dari salah satu tumpukan tektonik semacam itu sekitar 50 juta tahun yang lalu, ketika lempeng benua India menabrak lempeng Eurasia.

Sampai hari ini India terus bergerak ke utara dengan kecepatan hampir dua inci setiap tahun. Tapi daratan tersebut nggak meluncur mulus di bawah Eurasia. Dan saat India menekan, lempeng Eurasia menggembung dan membengkak.

Proses ini mendorong pegunungan sedikit lebih tinggi ke langit dalam waktu yang lama. Akhirnya, tekanan mencapai titik puncaknya, dan daratan bergeser menjadi gempa yang mengguncang tanah —versi geologis dari napas atau batuk.

Siklus ini terlihat mematikan pada tahun 2015. Kala itu gempa berkekuatan 7,8 skala Richter menyebabkan petak pegunungan Himalaya tenggelam hampir dua kaki.

Baca Juga: Ngerasa Belakangan Ini Cuaca Panas Banget? Ini Penjelasan dari BMKG

Namun yang menjadi catatan para peneliti, zona-zona yang berbeda dalam rangkaian pegunungan Himalaya dapat menghasilkan jenis atau intensitas pernapasan yang berbeda.

Untuk memahami kerumitan ini, para ilmuwan harus menyatukan proses pembentukan gunung-gunung yang terjadi pada skala waktu yang berbeda secara drastis —dari penurunan kecepatan lempeng tektonik yang lambat hingga pergeseran gempa yang hampir seketika.

Ini tentu bukanlah hal yang mudah. Pengukuran-pengukuran yang berbeda diperlukan untuk memahami setiap fenomena, yang sering kali melibatkan peneliti dari berbagai spesialisasi geologi.

Dari sebuah makalah penelitian yang ditinjau dalam studi terbaru ini, Hubbard dan rekan-rekannya menemukan bahwa lengkungan bawah permukaan mengelilingi bagian sesar yang bergeser selama gempa tahun 2015 tersebut.

Ini mengisyaratkan bahwa struktur-struktur di pegunungan tersebut membatasi tingkat kerusakan dan juga besarnya gempa.

Struktur-struktur lain yang terbentuk selama berabad-abad mungkin ada di sepanjang wilayah tersebut, dan mereka juga dapat membatasi seberapa jauh gempa dapat merambat di dekat permukaan, kata Dal Zilio.

Editor : Hai

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x