Sanksi bagi perbuatan tersebut diatur dalam Pasal 274 ayat 1, yang berbunyi: "Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,".
Alasan utama masyarakat dilarang membuat polisi tidur karena ada sejumlah aturan teknis yang harus dipatuhi. "Karena sifat polisi tidur itu kan mengurangi kecepatan. Bukan menghentikan kendaraan," ujar Pitra.
Menurut Pitra, hal itu terkait dengan Permenhub No. 82 Tahun 2018, yakni pada Pasal 58 dan Pasal 59. Pasal 58 berbunyi sebagai berikut: "Pembuatan Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan dilakukan oleh badan usaha yang memenuhi persyaratan dan telah dilakukan penilaian oleh Direktur Jenderal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,".
Sedangkan Pasal 59 berbunyi: "Spesifikasi, Jenis, Bentuk dan Ukuran Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini,"
Adapun spesifikasi polisi tidur sebagai berikut:
- Terbuat dari bahan badan jalan, karet, atau bahan lainnya yang memiliki pengaruh serupa
- Memiliki ukuran tinggi antara 8 sampai dengan 15 sentimeter, lebar bagian atas antara 30 sampai dengan 90 sentimeter, dengan kelandaian paling banyak 15 persen
- Memiliki kombinasi warna kuning atau putih berukuran 20 sentimeter dan warna hitam berukuran 30 sentimeter
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ramai soal Larangan Membuat Polisi Tidur, Ini Penjelasan dari Kemenhub"