HAI-Online.com – Meski di tengah era pandemi, pelanggaran lalu lintas terbukti masih banyak dilakukan oleh pengendara di Indonesia.
Ada sejumlah faktor yang melandasi perbuatan melanggar lalu lintas di jalanan, sebagaimana dipaparkan Adira Insurance lewat studi Road Safety Behaviour Research dalam kaitannya dengan keselamatan berkendara.
Mengambil sampel 15 kota di Indonesia dengan 1.527 sampel responden, hasil riset yang dilakukan pada tahun 2020 tersebut memaparkan bahwa kebiasaan terburu-buru pengendara merupakan faktor tertinggi penyebab pelanggaran lalu lintas, dengan porsi 70,8 persen dari total responden.
Sementara 49,4 persennya mengatakan rambu lalu lintas nggak terlihat.
Faktor selanjutnya adalah kondisi jalanan yang sepi sebesar 48,8 persen.
Sedangkan 44,9 persen mengungkapkan nggak ada petugas yang mengawasi.
Baca Juga: Stut Motor Mogok Bisa Kena Tilang, Kok Bisa? Ini Penjelasannya
Ketua Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Ki Darmaningtyas menjelaskan, masyarakat saat ini belum peduli pada keselamatan, kecuali mereka yang bergerak di sektor transportasi.
Hal ini dapat dilihat pada fenomena "emak-emak penguasa jalan" yang sempat ramai dibicarakan masyarakat beberapa waktu lalu.
"Mereka tidak paham terhadap berlalu lintas, tapi sekadar bisa naik motor saja. Ini yang banyak dikeluhkan oleh pengguna jalan lain," jelas Darmaningtyas dalam webinar Indonesia Bangkit: Pulihnya Mobilitas dan Tingkatkan Kesadaran Berperilaku Aman dan Selamat Saat Berada di Jalan yang digelar pada Selasa (30/3/2021).
Ia menilai saat ini belum ada suatu program dari pemerintah yang bertujuan membangun budaya keselamatan berkendara.
"Pemerintah belum punya program yang sistematik untuk membangun budaya berkeselamatan," ujar dia.