"Yang tidak kita ketahui adalah kapan (wabah penyakit) muncul, kita tidak tahu frekuensinya, dan kita bahkan tidak tahu skala atau konsekuensinya," katanya.
"Bisa jadi ada beberapa orang yang jadi korban atau mungkin ratusan orang meninggal."
Barro nambahin, para ahli masih belum bisa memahami bagaimana sebuah penyakit bisa berpindah dari hewan liar ke hewan peliharaan kemudian berakhir di manusia.
"Pengawasan yang kita miliki untuk penyakit-penyakit yang disebarkan oleh hewan ke manusia belum memadai," kata Dr de Barro.
Baca Juga: Coba Deh Bersihin Kasur Buluk Pake Baking Soda Ternyata Berguna Banget Lho!
"Saya tidak bisa menjelaskan mengapa, atau dalam kondisi apa, virus seperti Hendra bergerak dari kelelawar menular ke kuda lalu berakhir ke manusia. Jadi sulit untuk membuat prediksi seputar kemungkinannya," terangnya.
Atas dasar itu, menurut Dr De Barro, survei nasional terhadap satwa liar yang terus berlangsung dan penyakit yang mereka bawa sangat penting untuk mengurangi risiko.
"Kami tidak benar-benar tahu penyakit apa yang ada pada burung asli, marsupial, kelelawar," katanya.
"Dan kami tidak memantau frekuensi penyakit-penyakit ini, jadi saya tidak bisa menjelaskan apakah penumpukan virus pada hewan tertentu di pinggiran kota tertentu."
Dr de Barro mengakui meski wabah jarang terjadi di Australia, dia tetap memperingatkan bahwa peluang hal itu terjadi ada di sekitar kita.
"Di sebelah utara kita adalah 'wilayah panas' Asia, yaitu Asia Tenggara di mana sering terjadi penyebaran wabah penyakit karena ada warga hidup berdampingan dengan babi dan unggas dan hewan liar lainnya," pungkasnya. (*)
Baca Juga: Bukan Cuman Enak, Makan Pisang Setelah Olahraga Punya Manfaat Besar untuk Tubuh