Follow Us

Lagi Ramai Dibicarakan Warganet Soal Sindrom Imposter, Begini Faktanya

Annisa Putri Salsabila - Sabtu, 04 Juli 2020 | 16:25
Ilustrasi sindrom imposter
tribunnewswiki.com

Ilustrasi sindrom imposter

HAI-Online.com- Kayaknya sehari tanpa trending atau viral, bukan media sosial namanya.

Banyak sekali fakta dan opini-opini yang akhirnya terekspos di sosial media. Salah satunya sama yang lagi banyak diomongin juga adalah tentang Imposter Syndrome.

Salah satu unggahan di Twitter soal fakta ini memperoleh banyak tanggapan dan langsung viral. Adapun narasi dari unggahan tersebut adalah sebagai berikut:

Baca Juga: Beredar Wacana Belajar dari Rumah Bakal Permanen Setelah Pandemi, Begini Tanggapan Mendikbud

"Orang yang pertama kali kuliah dalam keluarga mempunya risiko terkena Imposter Syndrome. Imposter Syndrome adalah gangguan mental yang ditandai merasa diri sendiri tidak berguna, tidak layak untuk hidup dan bersaing di dunia ini"

Sampe dengan hari Jumat (3/7/2020) pukul 15.00 WIB, unggahan tersebut udah memperoleh 9,4 ribu likes dan dibagikan ulang sebanyak 2,4 ribu kali. Lalu apa yang sebenarnya disebut sebagai Imposter Syndrome?Sindrom imposter Menurut Psikolog Adityana Kasandra Putranto, imposter syndrome atau sindrom imposter termasuk gangguan cemas.

"Kalau dalam klasifikasi diagnosa psikologi, masuknya gangguan cemas," ujar Kasandra saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/7/2020) siang.

Melansir dari Time, 20 Juni 2018, istilah sindrom imposter pertama kali muncul pada 1978 oleh Psikolog Pauline Rose Clance dan Suzanne Imes.

Dalam penelitiannya, mereka menyebut kalo perempuan secara unik terdampak sama sindrom imposter. Setelah itu, penelitian selanjutnya menunjukkan kalo baik laki-laki maupun perempuan bisa mengalami sindrom ini.

Baca Juga: Pengen Nambah Topping Pizza Tapi Nggak Digubris, Pelanggan Ini Nekat Tembak RestoMenurut artikel review yang diterbitkan dalam International Journal of Behavioural Science, diperkirakan sebanyak 70 persen orang pernah mengalami sindrom imposter pada suatu titik di hidupnya.

Mengutip Verywellmind, pada dasarnya, sindrom imposter (IS) adalah istilah untuk menggambarkan pengalaman seseorang yang meyakini kalo dirinya nggak secakap atau sekompeten yang dipikirkan sama orang lain.

Definisi ini seringkali dipersempit untuk ngomongin kecerdasan dan pencapaian serta dihubungkan sama perfeksionisme dan konteks sosial. Faktor penyebab nggak ada penyebab tunggal yang menjadi alasan munculnya gangguan cemas tersebut. Namun, menurut Kasandra, ada sejumlah faktor yang bisa jadi penyebab dari gangguan cemas ini, mulai dari genetik, pola asuh, proses belajar, dan lingkungan.

Sementara itu, faktor pemicunya antara lain adalah situasi kondisi, tekanan, dan interaksi. "Ketika gangguan cemas semakin membebani, lalu bertambah dengan gangguan depresi, yang muncul dalam bentuk pikiran negatif, merasa nggak layak, nggak berguna, dan sebagainya," jelas dia.

"Jadi, diagnosis klinisnya adalah gangguan cemas dan depresi," sambung Kasandra. Ia mengungkapkan kalo sindrom ini juga punya kaitan dengan ketidakseimbangan neurotransmiter otak, terutama serotonin, dopamin, dan adrenalin.

Baca Juga: Maudy Ayunda Diduga Bertengkar Lewat IG Live, Sengaja Ditonton Ribuan Penggemar untuk Jaga-Jaga

Penanganan Untuk mengetahui faktor penyebab dan pemicu pasti serta cara penanganan yang tepat, Kasandra mengimbau agar orang-orang nggak melakukan self diagnose."Harus ada pemeriksaan psikologis, jangan self diagnose," imbau dia. Sementara itu, menurut ahli sindrom imposter, Valeria Young, ada tiga langkah penting yang disarankan untuk menangani sindrom imposter ini.

Pertama, penting untuk menormalkan perasaan nggak percaya diri.

"Saat anda merasa takut dan ragu, itu normal. Anda dapat mencoba menghilangkan rasa tidak percaya diri dan fokus berbicara pada diri sendiri," jelas Young.

Kedua, mengubah kerangka pemikiran. "Daripada berpikir tentang apa yang akan dilakukan saat memperoleh suatu proyke besar, berpikirlah bahwa Anda akan benar-benar belajar," ujar dia.

Ketiga, mengubah persepsi dari awal. "Pada akhirnya, satu-satunya cara untuk berhenti merasa seperti seorang penipu adalah berhenti berpikir seperti seorang penipu," sambung Young.Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ramai di Media Sosial, Apa Itu Sindrom Imposter?"

Editor : Al Sobry

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest