HAI-Online.com - Mulai tanggal 1 Agustus 2020 besok, para pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) atau perusahaan digital diminta untuk memungut PPN kepada pengguna jasa mereka sebelum kemudian disetorkan ke negara.
Kepastian ini sendiri didapatkan melalui pernyataan yang disampaikan Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Arif Yanuar dalam video conference pada Kamis (25/6) kemarin.
Arif menjelaskan, nantinya para konsumen barang kena pajak (BKP) tidak berwujud, seperti halnya layanan video streaming atau music streaming oleh Netflix dan Spotify, akan dipungut pajak sebesar 10 persen dari perusahaan yang bersangkutan.
"Pada saat kita mengonsumsi sebuah BKP tidak berwujud, dan penjualnya sudah ditunjuk, nanti di dalam invoice ada PPN terutang 10 persen, jadi ada tambahan dari nilai barang plus PPN sebesar 10 persen," ujar Arif.
Baca Juga: Disebut Bantu Liverpool Kunci Gelar Juara Liga Inggris Musim Ini, Frank Lampard Buka Suara
Sebagai contoh perhitungan, ketika konsumen Netflix ingin berlangganan layanan dasar dengan tarif Rp 109.000 per bulan, nantinya di invoice atau tagihan akan ditambah 10 persen dari jumlah tersebut, yakni Rp 10.900.
Sehingga secara keseluruhan, konsumen nantinya harus membayar tagihan sebesar 119.900 untuk bisa memakai layanan video streaming Netflix.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo menjelaskan, hingga saat ini baru ada enam perusahaan yang menyatakan kesanggupan untuk menjadi pemungut PPN.
"As of hari ini masih terus berjalan, dari proses komunikasi paling tidak sudah ada enam pelaku usaha luar negeri yang siap menjadi pemungut PPN di awal periode," jelas Suryo.
Namun demikian, Suryo masih enggan mengungkapkan nama-nama dari enam perusahaan digital yang bersedia ditunjuk sebagai pemungut PPN.