Follow Us

Sistem Zonasi Gagalkan Mimpi Masuk SMA Negeri, Siswa di Pontianak Frustasi dan Hampir Bunuh Diri

Bayu Galih Permana - Sabtu, 29 Juni 2019 | 12:00
Ilustrasi

Ilustrasi

HAI-Online.com - Sejak pertama kali diterapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menjadi salah satu jalur pada seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), sistem zonasi telah mengundang beragam kritikan.

Kritikan yang datang dari calon siswa maupun orang tua murid ini sendiri terjadi karena sistem zonasi dianggap sebagai penghalang para pelajar untuk bisa melanjutkan pendidikan ke sekolah impian mereka, salah satunya kasus yang baru-baru ini terjadi di kota Pontianak.

Seperti yang dilansir HAI dari Tribun Pontianak, seorang pelajar di Pontianak bahkan hampir nekat bunuh diri karena gagal masuk SMA Negeri akibat adanya sistem zonasi.

"Anak saya sudah tiga hari ini tidak mau keluar kamar dan tidak mau makan. Dia frustasi mau bunuh diri karena tidak bisa masuk SMA negeri," ujar salah satu orangtua murid mengadukan nasib anak mereka yang nggak bisa masuk SMA Negeri karena zonasi, di DPRD Kalbar.

Baca Juga: Sejalan dengan Kritikan Siswa dan Orangtua Murid, Penilitian Juga Sebut Sistem Zonasi Sekolah Nggak Adil

Lebih lanjut, orangtua murid itu bercerita bahwa anaknya mendaftar di SMAN 2 Pontianak tapi gagal karena nggak masuk zona, begitu juga saat menuju SMA-SMA negeri lain.

"Apalagi SMA yang lainnya, SMA 2 aja nggak bisa masuk, karena sistem zonasi. Kami di Pontianak Barat, Sungai Beliung warganya banyak, sekolah negeri hanya satu yaitu SMA 2 saja," terangnya lebih lanjut.

Suasana audiensi puluhan orangtua calon murid SMA di DPRD Pontianak, Rabu (26/6).
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ SYAHRONI

Suasana audiensi puluhan orangtua calon murid SMA di DPRD Pontianak, Rabu (26/6).

Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji sebenarnya sudah pernah mengkritisi sistem zonasi yang diterapkan dalam seleksi PPDB tingkat SMA pada tahun ajaran 2019/2020.

Bahkan, pihaknya juga diketahui meminta Ombudsman selaku instansi yang mengawasi pelayanan publik untuk mengawasi ketat setiap sekolah guna memastikan proses penerimaan berjalan baik, tanpa ada penyimpangan.

"Saya sudah minta Ombudsman melakukan pengawasan ketat, jangan ada pelanggaran lagi dan saya juga berharap ke depan pak menteri tak perlu mengatur seperti ini. Biarkan daerah. Daerah lebih pandai mengatur penerimaan murid," kata Sutarmidji.

Lebih lanjut, dirinya mengatakan bahwa level menteri nggak perlu mengurus penerimaan murid baru, tapi cukup membuat kebijakan yang membuat pendidikan lebih maju kedepannya.

"Kalau menteri masih gak ngurus yang kayak gini, aduh ape ceritanye. Seharusnya cukup buat regulasi yang lain," tutupnya.

Kalau menurut kalian sendiri gimana nih sob? Sebaiknya penerapan sistem zonasi dalam seleksi PPDB dihapuskan atau dilanjutkan? (*)

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya

Latest