HAI-Online.com -Sejak pertama kaliditerapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menjadi salah satu jalur pada seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), sistem zonasi telah mengundang beragam kritikan.
Kritikan yang datang dari calon siswa maupun orang tua murid ini sendiri terjadi karena sistem zonasi dianggap sebagai penghalang para pelajar untuk bisa melanjutkan pendidikan ke sekolah impian mereka, salah satunya kasus yang baru-baru ini terjadi di kota Pontianak.
Seperti yang dilansir HAI dari Tribun Pontianak, seorang pelajar di Pontianak bahkan hampir nekat bunuh diri karena gagal masuk SMA Negeri akibat adanya sistem zonasi.
"Anak saya sudah tiga hari ini tidak mau keluar kamar dan tidak mau makan. Dia frustasi mau bunuh diri karena tidak bisa masuk SMA negeri," ujarsalah satu orangtua muridmengadukan nasib anak mereka yang nggak bisa masuk SMA Negeri karena zonasi, di DPRD Kalbar.
Lebih lanjut, orangtua murid itu bercerita bahwa anaknya mendaftar di SMAN 2 Pontianak tapi gagal karena nggak masuk zona, begitu juga saat menuju SMA-SMA negeri lain.
"Apalagi SMA yang lainnya, SMA 2 aja nggakbisa masuk, karena sistem zonasi. Kami di Pontianak Barat, Sungai Beliung warganya banyak, sekolah negeri hanya satu yaitu SMA 2 saja," terangnya lebih lanjut.
Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji sebenarnya sudah pernah mengkritisi sistem zonasi yang diterapkan dalam seleksi PPDB tingkat SMA pada tahun ajaran 2019/2020.
Bahkan, pihaknya juga diketahui meminta Ombudsman selaku instansi yang mengawasi pelayanan publik untuk mengawasi ketat setiap sekolah guna memastikan proses penerimaan berjalan baik, tanpa ada penyimpangan.
"Saya sudah minta Ombudsman melakukan pengawasan ketat, jangan ada pelanggaran lagi dan saya juga berharap ke depan pak menteri tak perlu mengatur seperti ini. Biarkan daerah. Daerah lebih pandai mengatur penerimaan murid," kata Sutarmidji.