Follow Us

Timbulkan Masalah, Mendikbud Beri 7 Alasan Tetap Jalankan PPDB Zonasi

Bayu Galih Permana - Jumat, 28 Juni 2019 | 13:00
 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy
KOMPAS.COM

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy

HAI-Online.com - Nggak bisa dipungkiri, penerapan jalur zonasi pada sistem seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2019 telah memicu kemarahan dari calon siswa baru dan juga orangtua murid karena berbagai masalah yang ditimbulkan.

Bahkan, seluruh siswa dari salah satu Sekolah Dasar di Kabupaten Indramayu, SDN 1 Sukasari nggak diterima masuk SMP manapun pada pelaksanaan seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 akibat adanya sistem zonasi.

Menanggapi berbagai permasalahan yang ada, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengaku pihaknya telah melakukan evaluasi dan koordinasi dengan sejumlah pemimpin pemerintah daerah.

Meski dianggap menimbulkan masalah, Mendikbud ternyata memiliki sejumlah alasan mengapa sistem zonasi tetap dijalankan pada PPDB 2019, di antaranya:

Baca Juga: Meski Udah Diterima, Jangan Salah Langkah! Catat Nih Cara Daftar Ulang PPDB 2019 yang Benar

1. Revisi kuota siswa berprestasi

"Sebetulnya yang dimaksud Bapak Presiden ditinjau bagian-bagian mana yang 'tanda petik' kontroversi. Dan salah satunya kuota untuk siswa berprestasi dari luar zonasi. Yang semula 5 persen, beliau berpesan diperlonggarlah," ujar Muhadjir.

Menanggapai hal tersebut Mendikbud kemudian memperlonggar batasan kuota ini dari semula 5 persen ditambah mulai dari interval 5 sampai 15 persen.

"Untuk daerah yang sudah pas 5 persen dengan aturan yang lama berjalan terus," ujar Menteri Muhadjir.

2. Nggak semua daerah bermasalah

"Sebetulnya Jawa Timur saja (bermasalah). Kami berdiskusi dengan Gubernur Jawa Timur Ibu Khofifah juga dengan Pak Gandjar, Gubernur Jawa Tengah. Saya juga sempat telepon sudah tidak ada masalah dengan Pak Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat," ujar Mendikbud.

"Tidak ada masalah. (PPDB) Jalan terus. Yang sudah lancar biar jalan terus dengan kelancarannya, yang belum lancar mudah-mudahan menjadi lancar dengan revisi itu," kata Mendikbud.

Muhadjir juga menceritakan ada pula beberapa daerah yang sudah menjalanlan praktik baik sistem zonasi ini, seperti wilayah Kalimantan Utara dan Bali.

"Mereka sudah mulai mendata siswa bahkan sebelum PPDB sehingga saat PPDB dimulai kuota tiap sekolah sudah terpetakan," katanya.

3. Zonasi bersifat lentur

Mendikbud juga menekankan sistem zonasi bersifat lentur dan fleksibel karena nggak berbasis pada wilayah administratif, tetapi wilayah keberadaan sekolah, populasi siswa, dan radius.

"Jadi kalau ada populasi siswa tidak ada sekolah, ya harus diperluas zonasinya sampai ada sekolah yang masuk (zonasi). Kalau ada wilayah tidak ada sekolah, ya bukan zonasi namanya," katanya.

Muhadjir mencontohkan Provinsi DI Yogyakarta yang menyesuaikan cakupan zonasi sekolah dengan populasi siswa sehingga seluruh wilayah tercakupi dalam sistem zonasi.

Baca Juga: Hasil PPDB 2019 DKI Jakarta Udah Bisa Dilihat, Simak Nih Cara Mudah untuk Melakukan Pengecekan

4. Selesaikan masalah mikroskopik

Mendikbud menjelaskan sistem zonasi ini akan digunakan untuk melakukan pemetaan terhadap berbagai permasalahan mikroskopik di masing-masing wilayah.

"Justru dengan zona ini diharapkan kami dapat memetakan masalah pendidikan secara mikroskopik. Karena kalau pendekatannya nasional akan buram gambarnya," ujarnya.

Persoalan, seperti daya tampung siswa, ketimpangan sarana-prasarana, pemerataan kualitas guru, akan dapat terpetakan dan dapat dicarikan solusinya melalui sistem zonasi ini.

5. Cukup sosialisasi

Terkait sosialisasi, Mendikbud menjelaskan permendikbud terkait PPDB sistem zonasi sudah diterbitkan sejak Desember 2018.

"Enam bulan kami selalu berkoordinasi dengan dinas-dinas (pendidikan), termasuk membahas zona bayangan. Dari 1.600 skenario zona yang kami tawarkan menjadi 2.600-an berdasarkan masukan-masukan dari dinas pendidikan kota maupun kabupaten," ujarnya.

Meski demikian, Mendikbud mengakui manfaat zonasi memang nggak serta-merta langsung bisa dirasakan.

"Tergantung dari komitmen pemerintah daerah, kesadaran dan perubahan mental masyarakat, topangan pemerintah pusat," ujarnya.

6. Dianut banyak negara

"Kalau contoh best practise-nya (zonasi) sudah tidak ada yang meragukan. Kita bisa lihat Jepang, Korea, dan Australia sudah menerapkan sistem zonasi. Sekarang Malaysia juga sudah menerapkan sistem zonasi," ujarnya.

Pada saat awal, menurut Muhadjir, negara-negara tersebut juga nggak langsung sempurna dalam menjalankan sistem zonasi.

"Kalau sudah sempurna, ya tidak perlu zonasi," katanya.

Menurutnya, zonasi merupakan salah satu pilihan terbaik untuk pembangunan pendidikan sehingga nggak ada lagi pembedaan sekolah favorit atau sekolah buangan.

"Semua sekolah harus menjadi sekolah favorit. Jadi nanti juara-juara tidak berasal dari sekoah tertentu, tetapi juga sekolah lain," ujarnya.

Baca Juga: Kejanggalan PPDB 2019, Ada Siswa Sisipkan Nama dalam KK Ibu Kantin Sekolah yang Dituju

7. Hindari praktik curang

Mendikbud juga menyampaikan, pelaksanaan sistem zonasi diharapkan akan menghapus praktik curang dalam penerimaan siswa, seperti jual beli bangku atau titipan anak pejabat.

"Saya belum ada lihat berita itu. Kami sudah menggandeng KPK, Siber Pungli, dan Ombudsman juga sudah turun lapangan mengawasi," katanya.

Mendikbud mengingatkan jangan sampai ada orangtua yang melakukan kecurangan dalam proses PPDB.

"Kasihan nanti yang akan jadi korban si anak. Anak nanti seumur hidup akan di-bully teman-teman karena diterima sekolah dengan cara curang," katanya.

Kalau menurut kalian sendiri gimana sob? Kira-kira zonasi sebaiknya terus diterapkan untuk seleksi PPDB di tahun-tahun mendatang? (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Meski Bermasalah, Ini 7 Alasan Mendikbud Ngotot Jalankan PPDB Zonasi

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya

Latest