"Tidak ada masalah. (PPDB) Jalan terus. Yang sudah lancar biar jalan terus dengan kelancarannya, yang belum lancar mudah-mudahan menjadi lancar dengan revisi itu," kata Mendikbud.
Muhadjir juga menceritakan ada pula beberapa daerah yang sudah menjalanlan praktik baik sistem zonasi ini, seperti wilayah Kalimantan Utara dan Bali.
"Mereka sudah mulai mendata siswa bahkan sebelum PPDB sehingga saat PPDB dimulai kuota tiap sekolah sudah terpetakan," katanya.
3. Zonasi bersifat lentur
Mendikbud juga menekankan sistem zonasi bersifat lentur dan fleksibel karena nggak berbasis pada wilayah administratif, tetapi wilayah keberadaan sekolah, populasi siswa, dan radius.
"Jadi kalau ada populasi siswa tidak ada sekolah, ya harus diperluas zonasinya sampai ada sekolah yang masuk (zonasi). Kalau ada wilayah tidak ada sekolah, ya bukan zonasi namanya," katanya.
Muhadjir mencontohkan Provinsi DI Yogyakarta yang menyesuaikan cakupan zonasi sekolah dengan populasi siswa sehingga seluruh wilayah tercakupi dalam sistem zonasi.
Baca Juga: Hasil PPDB 2019 DKI Jakarta Udah Bisa Dilihat, Simak Nih Cara Mudah untuk Melakukan Pengecekan
4. Selesaikan masalah mikroskopik
Mendikbud menjelaskan sistem zonasi ini akan digunakan untuk melakukan pemetaan terhadap berbagai permasalahan mikroskopik di masing-masing wilayah.
"Justru dengan zona ini diharapkan kami dapat memetakan masalah pendidikan secara mikroskopik. Karena kalau pendekatannya nasional akan buram gambarnya," ujarnya.
Persoalan, seperti daya tampung siswa, ketimpangan sarana-prasarana, pemerataan kualitas guru, akan dapat terpetakan dan dapat dicarikan solusinya melalui sistem zonasi ini.