HAI-online.com - Berkaca dari kasus penganiayaan terhadap Audrey, sudah saatnya kita menghentikan aksi perundungan atau bullying yang akhir-akhir ini kasusnya marak terjadi.
Seperti yang diketahui, Audrey yang merupakan seorang siswi SMP dilaporkan telah menjadi korban pengeroyokan dan penganiayaan oleh sekelompok siswi SMA di Pontianak, Kalimantan Barat.
Kasus kekerasan ini banyak menyita perhatian masyarakat yang kemudian geram dan menyayangkan peristiwa seperti ini bisa kembali terjadi. Padahal kampanye mengenai "Stop Bullying" juga gencar disuarakan.
Kasus seperti ini memang bukan hal baru. Dari data yang telah diberitakan oleh Harian Kompas pada bulan Maret 2018, terungkap banyaknya kasus kekerasan di lingkungan sekolah yang terjadi belakangan.
Baca Juga : Presiden Jokowi Berikan Tanggapan Atas Kasus Penganiayaan Terhadap Audrey
Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tentang kasus perlindungan anak berdasarkan lokasi pengaduan dan pemantauan media se-Indonesia tahun 2011-2016, telah mencatat ada sebanyak 4.376 kasus kekerasan di sekolah sepanjang 2011-2016.
Kasus tersebut di antaranya tawuran pelajar, perundungan (bullying), dan kebijakan yang merugikan, seperti pungutan liar, penyegelan sekolah, dan larangan mengikuti ujian.
Bahkan di awal tahun 2018 lalu, KPAI telah menerima adanya 55 laporan kasus kekerasan terhadap anak di sekolah.
Mayoritas merupakan kasus kekerasan fisik dan kebijakan diskriminatif (72 persen), sedangkan 28 persen lainnya adalah kekerasan psikis (9 persen), kekerasan finansial berupa punggutan liar (4 persen), dan kekerasan seksual (2 persen).
Baca Juga : #JusticeForAudrey Kini Telah Jadi Pembahasan Media-media Luar Negeri
Kasus kekerasan memang nggak cuma terjadi antara sesama siswa, namun nggak jarang terjadi antara siswa dengan guru atau staf sekolah lainnya.
Oleh karena itu, warga sekolah diharapkan dapat menghargai sesama agar kasus kekerasan terutama bullying ini nggak terjadi lagi ke depannya, terutama di lingkungan sekolah.
(*)