Media Sosialdan Kolaborasi
Menjadi komunitas dengan banyak anak muda yang terlibat di dalamnya pasti menimbulkan rasa penasaran. Apa alasan para anggota dan relawan LL untuk mau bergerak memberikan bantuan baik langsung ataupun tidak saat terjadi bencana gempa Lombok ini.
"Kami nggak kepikiran sebenernya untuk turun sekarang in, cuma kemarin kami dapat info kalau keadaan kacau. Yaudah, kami bikin semacam satgas gitu, murni impulsif, karena nggak pernah ada di program kami," kata Ojan.
Semangat ingin menimbulkan riak inilah yang mendorong LL untuk terus bergerak mengubah keadaan. Mereka ingin, ketika para anak muda bergerak, gerakan tersebut akan dilihat oleh anak-anak. Dan anak-anak kemudian akan bisa merubah cara pikir mereka tentang bagaimana seharusnya ketika mereka tumbuh dewasa, dan akhirnya akan melakukan apa yang dilakukan oleh anak muda di generasi sebelum mereka.
"Kami ingin menciptakan semacam siklus, kami ingin anak-anak bisa tertularkan oleh semangat yang kami bawa. Tagline kami itu 'bahagia bersama dengan berbagi, belajar, dan menginspirasi'."
Pas ditanya tentang apa sih langkah-langkah yang bisa dilakukan sama anak muda-anak muda lainnya di luar komunitas LL ini kalau mau melakukan hal yang serupa, Ojan ngasih dua langkah kunci. Menurut dia, dengan pesatnya perkembangan media sosial sekarang ini, bisa jadi potensi besar yang harus dimanfaatkan.
"Dengan pake media sosial, bisa banget sampai ke pihak-pihak tertentu yang nggak mungkin kita reach langsung. Ini gue sadari pas kami pakai media sosial, di grup relawan tiba-tiba ada banyak perwakilan dari instansi dan orang-orang yang bisa akses ke dinas terkait maupun perusahaan. Media sosial kalau dipake dengan baik, imbasnya luar biasa," aku Ojan.
Selain media sosial, kolaborasi antar komunitas juga adalah poin penting dalam pergerakan LL selama ini. LL memang selalu kolaborasi bareng komunitas lainnya. LL akan mengambil data dari komunitas-komunitas yang ada, kemudian dikurasi, dan disebarkan kembali pada orang-orang yang bisa dengan mudah mengakses data tersebut.
Terlalu banyak komunitas berbeda di Lombok, tapi komunitas-komunitas tersebut hampir semuanya bergerak sendiri-sendiri. Dengan adanya kolaborasi, baik informasi, kekuatan, maupun bantuan yang bisa dilakukan otomatis akan semakin besar. (*)
Penulis: Syifa Nuri Khairunnisa/ HAI