Follow Us

#HAIFiles 1998: Selasa Berdarah di Trisakti, Reformasi dan Remaja

Ricky Nugraha - Sabtu, 12 Mei 2018 | 20:00
#HAIFiles 1998: Selasa Berdarah di Trisakti, Reformasi dan Remaja
Arsip HAI

"Saya rasa, remaja mulai sekarang harus berpikir. Kenapa kok ada angin badai di depan hidung kita,kok diam saja. Tenang-tenang saja. Di tengah perjuangan kelompok masyarakat lain, pelajar malah sukanya tawuran. Mungkin bagi mereka itu diartikan perjuangan juga. Tapi kok malah perjuangan melawan teman-temannya sendiri. Menyiksa teman-temannya sendiri. Malah bahkan merusak fasilitas umum,” kata Pak Paulus.

Tuntutan hidup hemat rasanya sudah sangat terlambat untuk digemakan. Kini yang lebih tepat adalah perubahan total dalam sikap hidup anak muda. Mencoba mulai berpikir panjang dan menyesuaikan langkah dengan irama masyarakat. Jangan terus-terusan minta dimengerti dan dipahami.I

ngat, ini jaman susah yang butuh banyak pengorbanan jika ingin keluar sebagai pemenang.

KURANG HIBURAN

Situasi makin bertambah berat karena sektor hiburan pun ikut terganggu. Padahal saat hidup terasa penat dan berat, hiburan merupakan salah satu alternatif terbaik menyeimbangka jiwa. Menghindari kesumpekan yang berakibat fatal.

Amuk massa usai peristiwa Selasa Berdarah di Universitas Trisakti itu, nyaris semua komponen hiburan yang dekat dengan remaja ikut kena imbasnya. Banyak mal – tempat nongkrong favorit anak muda – habis terbakar. Kalaupun bangunannya masih berdiri tegak, kondisinya sudah amat memprihatinkan.

Pilihan hiburan di rumah juga makin berkurang. Sejumlah perusahaan rekaman yang berlokasi di kawasan Mangga Dua hancur berantakan. Ris Music Wijaya, Maheswara, dan HP Records – semuanya adalah kelompok usaha Musica Studio – mengalami kerugian yang cukup besar akibat peristiwa menyeramkan itu.

Meski terhindar dari amuk massa, PT Warner Music Indonesia belum bisa beroperasi sebagaimana biasanya. “Dari segi produksinya sebenarnya tak terlalu terganggu. Cuma siapa (agen-red) mau ambil barang kami sekarang ini?” Jalur distribusi kan sudah nggak karuan begini,” keluh Boy Gaok, International Label Manager dari Warner Indonesia.

Memang, kebanyakan perusahaan rekaman mengaku tak terganggu dari sektor produksi. Tapi roda produksi terpaksa dihentikan akibat jalur distribusi yang tak jelas. Akibatnya, sejumlah album baru ditunda rilisnya. Baik artis lokal maupun asing. Jelas sudah, pasokan lagu-lagu baru bakal makin seret.

Berharap mengoleksi lagu-lagu lama yang mencetak hit pun makin terbatas. Selain harga melambung tinggi, salah satu outlet terlengkap yang dimiliki Aquarius Pondok Indah habis dijarah massa. Padahal di sana sejumlah artsi beken bernaung. Sebut saja Potret, Dewa 19, Pas, Protonema, Sucker Head, Kanton, dll.

Maka jangan berharap ada konser besar dalam waktu dekat ini. Buntut-buntutnya, para artis mengeluh kekurangan order dan harus menata ulang jadual produksinya. Toh Dhani Manaf bersama Ahmad Band tetap optimis dengan nasibnya. Tapi tetap saja pilihannya makin mengecil.

Bisnis film sama saja. Camila Internusa Film – distributor film asing format layar lebar – menjerit minta tolong akibat kenaikan biaya impor yang gila-gilaan. Sebabnya? Apalagi kalau bukan nilai rupiah yang kedodoran mengejar laju mata uang asing.

Editor : Rizki Ramadan

Baca Lainnya

Latest