"Baru setelah disetujui, dokter paliatif akan menghubungi pasien tersebut," imbuhnya. Menangapi temuan ini, Dr Adrian Tookman, Direktur Medis untuk badan amal penyakit mematikan Marie Curie, mengatakan bahwa memprediksi prognosis merupakan hal yang "sangat sulit".
"Penelitian kami sendiri menunjukkan bahwa dokter, terlepas dari pengalamannya, berjuang untuk membuat prediksi yang akurat," ujar Tookman yang nggak terlibat dalam penelitian ini.
Namun dia juga memberikan apresiasi pada penemuan ini. Tookman menyebut temuan ini akan berguna, meski memperkirakan tanggal kematian pasien seharusnya nggak jadi satu-satunya fokus.
"Hal yang sebenarnya penting adalah dokter memberikan perawatan paliatif sebaik mungkin berdasarkan kebutuhan individu, terlepas dari berapa lama mereka akan hidup," ungkapnya.
"Kami tahu bahwa perawatan paliatif meningkaykan kualitas hidup pasien, mengurangi rasa sakit, dan dapat membantu beberapa orang hidup lebih lama," imbuhnya. Untuk itu, Tookman mengatakan bahwa dia tertarik untuk mengikuti kemajuan alat yang dibuat para peneliti Stanford ini. Dia juga mengharapkan hal ini memungkinkan percakapan mengenai perawatan paliatif "sedini mungkin" pada pasien.
Artikel ini pertama kali tayang di Kompas.com dengan judul "Ilmuwan Kembangkan AI Untuk Prediksi Kematian"