Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Jangan Asal Cekrek dan Upload, Foto yang Kamu Potret Diam-diam Bisa Berujung Pidana dan Denda Rp150 juta

Alvin Bahar - Rabu, 27 Desember 2017 | 11:00
Ilustrasi Celup
Alvin Bahar

Ilustrasi Celup

HAI-ONLINE.COM - Sebuah kampanye bernama Cekrek Lapor Upload (Celup) viral di dunia maya. Celup dianggap menggunakan dasar hukum yang salah, serta melanggar etika.

Menurut akun Instagram resmi kampanye CELUP, kampanye tersebut “merupakan kampanye anti-asusila yang dilaksanakan untuk mengembalikan fungsi ruang publik yang sesungguhnya.” Di deskripsi akun tertulis, “Selamatkan ruang publik kita, pergoki mereka! Laporkan kepada kami ”.

Cek deh: Jangan Sebar Video Porno Hana Anisa, Bisa Dipenjara!

Di akun Instagram resmi kampanye CELUP juga terdapat serangkaian foto yang menjelaskan mengapa gerakan tersebut harus diikuti. Mereka menjelaskan bahwa, “kebanyakan ruang publik kurang perhatian dan beralih fungsi menjadi tempat pasangan kekasih untuk pacaran secara berlebihan. Pasangan kekasih yang pacaran berlebihan dapat ditemui di taman, bioskop, angkutan umum, parkiran dan mereka tidak merasa malu atau sungkan jika dilihat oleh orang lain.”

Tentunya masih hangat juga di otak kita beberapa waktu lalu ada sepasang cowok yang viral karena disangka gay, padahal adik-kakak. Dua cowok itu jadi korban karena foto yang dipotret dan disebar diam-diam oleh seorang pengguna Facebook.

Kalau kita menjadi korban seperti contoh di atas, atau malah kita menyebarkan foto orang diam-diam, apa hukumnya?

Mari kita bikin contoh kasus seperti ini: kamu sedang pacaran di tempat umum. Lalu, ada seseorang yang memotret kamu diam-diam, dan mengunggahnya ke Instagram.

Bagaimana hukumnya untuk kasus ini? Untuk menjawabnya, terlebih dahulu kita mengacu pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). Dikutip dari Hukumonline.com,foto yang diambil melalui kamera handpohone dapat dikatakan sebagai informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik apabila masih berbentuk elektronik (jika belum dicetak) sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 UU ITE. Orang yang mengambil gambar/memfoto secara diam-diam dapat disebut sebagai pencipta. Menurut Pasal 1 angka 2 UUHC, pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

Sebagai pencipta, si pengambil foto memiliki hak cipta yang memberi sejumlah hak eksklusif kepada pencipta di antaranya untuk melaksanakan perbanyakan, pengumuman termasuk perubahan atas gambarnya sendiri dan melarang orang lain melaksanakan tindakan-tindakan tersebut tanpa seijinnya. Akan tetapi, terdapat pembatasan atas penggunaan hak cipta atas potret diam-diam tersebut. Artinya, orang yang mengambil potret kamu yang lagi pacaran harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari kamu. Hal ini karena Pasal 19 ayat (1) UUHC telah mengatur:

“Untuk memperbanyak atau mengumumkan Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas Potret seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia.”

Nggak selalu orang yang dipotret akan setuju bahwa potretnya diumumkan tanpa diminta persetujuannya. Apalagi, kalo fotonya digunakan untuk hal-hal yang nggak diinginkan. Oleh karena itu ditentukan bahwa harus dimintakan persetujuan yang bersangkutan atau ahli warisnya sebagaimana disebut dalam Penjelasan Pasal 19 ayat (1) UUHC.

Atas perbuatan ini, maka pelaku dapat dijerat dengan ancaman pidana menurut Pasal 72 ayat (5) UUHC dengan sanksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp150.000.000.

Tambahan, kalo kamu dituduh berpacaran, padahal itu foto kamu dengan adik kamu, dan disebarkan dengan maksud untuk diketahui oleh orang banyak dan perbuatan tersebut adalah perbuatan yang memalukan, maka dapat dipidana dengan Pasal 310 ayat (2) KUHP. Pelaku bisa diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak Rp4.500.

Editor : Hai

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x