Bisa kuliah di luar negeri pastinya jadi hal yang ngebanggain bagi banyak pelajar Indonesia. Apalagi kalo dapet beasiswa, makin keren!
Maka dari itu, persiapan harus dipersiapkan lebih lama dibandingkan biasanya. Bahkan usaha dan tantangan tak berhenti hanya pada lolos seleksi.
Beberapa mahasiswa yang lulus mengatakan ada hal penting lainnya, yakni pengenalan kurikulum belajar dan mencari tahu cara survive di negeri tujuan.
Koordinator beasiswa Neso (Netherland Education Support Office), Indy Hardono, mengamini bahwa budaya akademis adalah tantangan terbesar mahasiswa Indonesia di luar negeri.
"Beda banget, (budaya akademisi di negeri lain) mengharuskan mahasiswa aktif berpartisipasi. Mereka harus kritis, dan sering bertanya, serta banyak berinteraksi dalam kerja grup," kata Indy ditemui Kompas.com dalam acara Welcoming Session penerima beasiswa Studeren in Nederland (StuNed) 2017 di Jakarta Sabtu (17/6).
Tahun ini, ada 80 pelajar Indonesia yang lolos beasiswa StuNed. Sebelum berangkat ke Belanda pada Agustus mendatang, mereka akan mempersiapkan diri melalui program akulturasi. Tujuannya agar mereka nggak kaget ketika berbaur dengan budaya di sana.
1. Cari tau sistem belajar
Rida Desyani adalah salah satu mahasiswi penerima beasiswa StuNed. Ia mengambil program master selama 2 tahun di Delft University of Technology jurusan Hydraulic Engineering.
Menurut Rida, kuliah ke luar negeri berarti akan keluar dari zona nyaman dan rutinitas biasanya. Oleh karenanya, salah stau yang jadi persiapannya adalah mencari tahu sistem belajar di Belanda.
"Sistem belajar di sana cepat, nggak seperti di sini. Sepengetahuan yang saya dengar, di sana sistemnya quarter dimana per-dua bulan ada ujian," kata Rida saat ditemui usai Welcoming Session StuNed.
2. Cuasa dan sosialiasi
Namun, alumnus StuNed 2015 Katharina Cindriani mengatakan bahwa nggak ada yang perlu dikhawatirkan. Ia bilang, kuncinya ada pada rasa percaya diri saat bergaul.
"Percaya diri dan keramahan orang indonesia perlu dipertahankan. Ini membuat orang senang bergaul dengan kita," ujar Cindy.
Selain bisa menambah banyak teman, Cindy bilang cara itu membuatya mudah memperluas koneksi. Cindy juga menceritakan, pengalaman belajar setahun di The Hague University, Den Haag, membuat ia memahami ritme keseharian saat tinggal di Belanda.
"Orang akan dituntut tepat waktu, disiplin, dan nggak boleh membuang sampah sembarangan. Hal seperti itu berguna untuk pengembangan diri ke depan," lanjutnya.
3. Pentingnya lapor diri
Dimas Ariestyo Pradana, alumnus StuNed lain mengatakan perlunya melaporkan diri.
"Jangan ketika ada masalah baru melapor diri (ke kedutaan)," ujarnya.
Dengan melaporkan diri, KBRI jadi punya rekap data untuk meghubungi warga Indonesia apabila ada masalah.
Terlebih, saat kondisi Eropa sedang nggak kondusif karena ada aksi teror bom seperti saat ini.
"Jalan-jalan (biasa) saja juga perlu lapor diri, baik langsung ke kedutaan maupun melalui perwakilan kedutaan yang datang ke kota tempat tinggal," tambahnya.
Rekapan data hasil lapor diri, kata Dimas akan mempermudah pihak kedutaan untuk melindungi warga Indonesia.
"(Data laporan) juga bisa jadi bekal untuk melacak asal mahasiswa tersebut," ujar Dimas.
Artikel ini pertama kali tayang di Kompas.com dengan judul "Catat Persiapan Ini Sebelum Hadapi Tantangan Belajar di Luar Negeri!"