Nggak disangka dari mulut ke mulut para perantau Soto Lamongan di Tangerang dan Jakarta memesan spanduk padanya.
Ia yang saat itu masih berjualan Soto Lamongan (1997-2005) di depan Polresta Tangerang pun mengerjakan spanduk itu setelah selesai berjualan.
Baca Juga: Gara-gara Masukin Fidget Spinner ke Video Klip Rap-nya, Bocah Ini Jadi Viral!
“Saya berfikir kalau fokus ke lukis spanduk harus punya pelanggan tetap yang banyak dulu, baru bisa muter uang. Soalnya selain peminatnya tertentu, juga awet bisa sampai lima tahun baru bikin lagi,” ujarnya pada KompasTravel.
Seiring berjalannya waktu, para perantau dari Lamongan pun semakin percaya pada hasil karyanya.
Ia jadi pelukis spanduk Soto Lamongan yang direkomendasikan para pemilik Soto Lamongan dan Pecel Lele.
Akhirnya Hartono mulai fokus memproduksi spanduk di tahun 2007, setelah memiliki 700 pelanggan. Menurutya angka 700 tersebut aman untuk usahanya dalam bertahun-tahun, dengan syarat menjaga kepercayaan pelanggan tersebut.
"Kuncinya bikin spanduk itu kualitas bukan kuantitas, karena ini berhubungan dengan bagaimana melayani pelanggan. Sekali pelanggan kecewa, mereka nggak akan balik lagi bertahun tahun, karena barang ini awet,” kata Hartono.
Ia mengatakan usahanya tersebut sangat berisiko, nggak semudah usaha spanduk printing yang bisa diproduksi dengan cepat.
“Kita itu gabungan sablon sama lukis, kalau sablon pasti harus ada cetakannya, sedangkan tiap orang bikin spanduk pasti ada bedanya, biayanya bengkak di cetakan, belum lukis manualnya yang lama,” ujarnya.
Nggak heran kini perajin seprofesinya satu persatu mulai gulung tikar.