Review Film Logan: Kisah Wolverine Yang Lebih “Manusia”
- Rabu, 01 Maret 2017 | 09:00
“The world is not the same as it was” mungkin adalah salah satu ucapan dari Wolverine alias James “Logan” Howlett yang ngena banget ke kita dalam film Logan, terlebih kalo kita mau ngaitin sama keadaan dunia zaman sekarang.
Yap, dengan kecanggihan teknologi, para pihak yang serakah, seolah berlomba-lomba buat nyiptain sesuatu yang hebat dan bisa digadang-gadang sebagai sesuatu yang ngelindungin peradaban umat manusia. Padahal mah…bukannya ngelindungin, tapi malah nyelakain dan bikin dunia porak poranda.
Sama, kayak sesuatu yang disinggung-singgung dalam fiksi layar lebar ini.
Alkisah, kehidupan sekumpulan anak hasil persilangan genetika di era masa depan pun mengalami ancaman dunia yang serupa. Dengan kekuatan mutan yang mereka punya –hasil ciptaan dan rekayasa genetika berlandaskan teknologi–, anak-anak ini justru diperlakukan selayaknya benda nggak bernyawa, yang cuma dilatih dan dididik buat jadi senjata. Nggak ada kasih sayang, nggak ada kehidupan seperti anak-anak lain pada umumnya. Pun nggak terkecuali sama apa yang terjadi dengan Laura Kinney (Dafne Keen), mutan cilik yang punya kekuatan serupa Wolverine, dengan dua cakar di tangannya.
Laura Kinney dan Wolverine Foto by: Fox International Pictures
Film yang kabarnya bakal jadi film terakhir bagi Hugh Jackman dalam seri dan spin-off X-Men ini mengawali kisahnya dengan nampilin sosok Wolverine alias Logan, yang semakin lama terlihat semakin lemah, meski masih punya sedikit kekuatan bertarung dan ngejatuhin lawan dengan cakar adamantium yang doi punya.
Kemudian, kita juga dibawa buat melihat kehidupan Logan dan Professor X (Patrick Stewart) yang udah semakin tua. Lantas karenanya, kita jadi tau tuh, gimana, sih, kehidupan para mutan ini di masa tua. Ya ternyata, selayaknya kehidupan manusia biasa kalo udah tua juga.
Professor X misalnya, diperlihatkan sebagai sosok yang makin nggak berdaya, dan tiap dia kejang-kejang atau kambuh penyakitnya, pasti selalu aja nimbulin kekacauan. Atau Caliban (Stephen Merchant) yang juga tampak udah menua (ditambah pula dengan disiksa), plus Logan yang makin hari makin lemah dan kemampuan pemulihan dirinya juga makin lama. Bahkan, nih, kondisinya udah lebih parah dibanding apa yang kita lihat di film The Wolverine (2013).
Professor X (Patrick Stewart) Foto by: Fox International Pictures
Nah, persis kayak apa yang sempet disebut-sebut sama Hugh Jackman soal perannya di film Logan –yang bakal lebih menonjolkan sisi manusianya–, kisah Logan dan Professor X di sini juga dijamin bisa nyentuh sisi manusia kita. Logan jadi satu-satunya orang yang tersisa, buat terus nyelametin Professor X dari ancaman yang siap mendekat. Belom lagi hubungan Logan sama Laura –yang adalah keturunannya–, yang tadinya dingin banget tapi seiring jalannya cerita, malah makin deket dan membentuk rangkaian kisah yang lumayan…touching.
Professor X dan Logan Foto by: Fox International Pictures
Pun kalo kita ulas dari sisi sinematografinya, film ini pastinya nggak usah kita ragukan lagi lah aspek visualnya. Nggak ada kekecewaan yang timbul, melainkan kekaguman yang muncul. Udah gitu, akting dari Dafne Keen juga nggak kalah bikin kita terpukau. Bayangin aja, dengan karakter Laura yang berani, keras, jago berantem, Dafne Keen bisa mengemban peran karakter itu dengan sangat baik. Apalagi, kalo kita ingat-ingat bahwa Logan adalah film pertamanya Dafne. Suguhan pionir dari Dafne Keen yang cukup menyenangkan, pokoknya.
Dafne Keen Foto by: Fox International Pictures
Dari segi cerita, Hugh Jackman dan sang sutradara James Mangold, tampaknya beneran pengen ngebuktiin omongan mereka beberapa saat lalu. Mereka yang sempat menjanjikan karakter Logan yang lebih mendalam dan sisi manusianya yang lebih menonjol, berhasil menempati omongannya secara gamblang di film Logan ini.
Laura dan Logan Foto by: Fox International Pictures
Sisi manusiawi kita seakan berhasil di-setting buat bisa ngerasa tersentuh banget, apalagi kalo kita sadar, Logan nggak sekedar menampilkan hubungan ayah dan anak yang tadinya nggak mengenali satu sama lain. Justru, Logan juga lebih menampilkan sisi kemanusiaannya, dibanding dengan manusia yang beneran manusia. Termasuk nolongin orang yang tadinya nggak mau ditolong, dan bersedia ngelakuin apa aja demi sesuatu yang dia yakinin. Makanya nggak heran, kalo dari dulu, karakter Logan alias Wolverine inilah yang selalu jadi favorit banyak orang.
Terakhir, film ini juga menyajikan adegan-adegan atau jalan cerita yang penuh dengan kejutan. Kemasan komedinya pas, sedihnya pas, action-nya pun juga pas. Siap-siap aja kalo emosi kita bakal keaduk-aduk waktu nonton Logan, atau bahkan, bisa-bisa cowok kayak kita juga sampe netesin air mata.