Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Begini Cerita WNI Pertama Yang Tinggal Di Korea Utara, Cowok Harus Potong Rambut 15 Hari Sekali!

Dimas Yulian - Senin, 20 Februari 2017 | 10:30
Gatot Wilotikto saat menyambut kedatangan Bung Karno di Korea Utara
Dimas Yulian

Gatot Wilotikto saat menyambut kedatangan Bung Karno di Korea Utara

Selama ini mungkin kamu udah familiar dengan budaya populer, tempat wisata, bahkan makanan tradisional dari Korea Selatan. Karena negara ini beberapa tahun belakangan telah berkembang pesat jadi pusat industri hiburan di kawasan Asia atau bahkan Dunia. Tapi seberapa kenal kamu dengan sang ‘saudara tua’ Korea Utara?

Selama ini berita tentang Korea Utara selalu didominasi dengan berita tentang sang supreme leader Kim Jong-Un. Baik dari uji coba nuklir yang dilakukan hingga sederet kontroversi lainnya. Baru-baru ini bahkan kasus terbunuhnya saudara tiri Kim Jong-Un, Kim Jong-Nam, di Malaysia menyeret seorang WNI asal Indonesia, Siti Aisyah, yang diduga terlibat dalam rekayasa pembunuhan tersebut.

Lalu, bagaimana kah sebenernya kehidupan di negara yang sangat tertutup tersebut? Cerita dari Gatot Wilotikto berikut ini mungkin bisa ngasih gambaran gimana rasanya tinggal di negeri yang lekat dengan rezim militer ini.

Gatot Wilotikto sendiri adalah satu dari dua WNI pertama yang tinggal dan akhirnya menetap di Korea Utara. Pada tahun 1960 lalu, Gatot dan Waluyo, dua pemuda asal Indonesia, dapet sebuah kesempatan yang langka buat belajar di Korea Utara selama enam tahun.

“Ada undangan dari sana. mereka menerima dua mahasiswa. Maksud utama selain belajar, memang menggalang hubungan persahabatan dua negara ini,” kata Gatot seperti dikutip dari BBC Indonesia.

Keberadaan Gatot dan Waluyo jadi istimewa karena keduanya hadir di Korea Utara bahkan sebelum pembukaan kantor setingkat Konsulat Jendral di Pyongyang yang baru dilakukan pada tahun 1961.

Di Korea Utara, selain belajar tentang kelistrikan Gatot juga sering diminta bantuan di Konsulat jenderal. Salah satunya adalah buat menyambut Presiden Soekarno ketika berkunjung ke Pyongyang buat pertama kalinya pada tahun 1964. Hubungan kedua negara pun bisa dibilang sangat baik ketika itu.

Gatot Wilotikto dan sang Istri
Hubungan baik ini kemudian runtuh ketika ada peristiwa 30 September 1965 yang akhirnya berujung pada kesulitan Gatot buat pulang ke Indonesia. Terpaksa menetap di Korea Utara, Gatot kemudian bekerja sebagai seorang peneliti di universitas. Ia kemudian menikah dengan warga negara Korea Utara dan dianugerahi tiga orang anak.

Sempat Lebih Baik Dari Korea Selatan

Kehidupan di sana menurutnya biasa dan nggak ada yang menyenangkan, karena tergantung kepada "sutradaranya." “Manis dilihat tapi mungkin pahit di rasa,” kata Gatot menyimpulkan.

Selain itu, ada juga peraturan unik seputar dengan gaya rambut para cowok yang ada di sana. “Laki-laki harus potong rambut 15 hari sekali”, kata Gatot.

Menurut Gatot, sehari-hari kegiatan warga Korea Utara relatif tenang. Nggak ada kecelakaan, pembunuhan, pencopetan, dan bahkan nggak ada pengemis. Bahkan sampai pada tahun 1970, perekonomian Korea Utara menurut Gatot lebih makmur dari Korea Selatan.

Saat itu, semua kebutuhan pokok warga Korut bahkan telah dipenuhi oleh pemerintah. Termasuk sandang pangan, pendidikan hingga perguruan tinggi, dan buku-buku yang disediakan tanpa harus membayar.

Sedangkan terkait dengan akses informasi, seperti yang udah banyak diberitakan, Korea Utara emang sangat tertutup. Sumber informasi sangat terbatas, karena hanya berasal dari pemerintah aja.

Akan tetapi, sebagai seorang asing, Gatot mendapatkan sedikit keistimewaan dengan diperbolehkan membaca beberapa buletin asing yang terlarang buat umum. Nggak hanya tentang akses informasi, menurut Gatot, di Korut orang asing juga dapet fasilitas yang sedikit lebih baik.

Berbagai hadiah dari pemerintah Korea Utara di ulang tahun Gatot ke-60
“Fasilitas orang asing berbeda. Gaji saya dibandingkan gaji menteri mereka, tinggi gaji saya. Fasilitas lebh enak di sana, walaupun sudah pensiun,” kata Gatot.

Meskipun memiliki berbagai fasilitas yang lebih baik, akan tetapi Gatot merasa masa depan keluarganya akan lebih baik kalo keluar dari Korea Utara.

“Saya pribadi, menghabiskan masa tua lebih enak di sana (Korea Utara) karena biaya hidup di sana lebih murah. Tetapi saya memikirkan masa depan anak-anak. Kita tahu sendiri, Korea Utara negara tertutup dan masa depan di sana tidak menentu”, kata Gatot.

Well, sejauh mana pun kaki melangkah, rumah sendiri emang jadi tempat yang paling menyenangkan ya buat kembali pulang.

Editor : Hai

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x