Dari sekian banyak lini bisnis anak muda yang sekarang lagi menjamur, ternyata ada beberapa bisnis yang founder atau owner-nya itu adalah pasangan kekasih, lho. Yap, alih-alih ngejalanin bisnis bareng temen, mereka justru lebih pede buat ngejalanin bisnis bareng sang pujaan. Alasan mereka ngambil keputusan itu pun bisa beda-beda. Bisa karena iseng-iseng berhadiah, atau malah karena profit bisnisnya pengen dipake buat modal nikah. Tsaahilahh…
Seperti apa yang lagi dijalanin sama sepasang muda-mudi asal Tangerang, Banten, Zidny Nafian dan Raden Nita, dalam sebuah production house bernama Uncle Head.
Awalnya, Uncle Head digagas pertama kali waktu zamannya Zidny a.k.a Ziduy masih kuliah di jurusan sinematografi Universitas Multimedia Nusantara (UMN), sekitar tahun 2011. Demi memroduksi tugas-tugas kuliah yang berkaitan dengan film, akhirnya Uncle Head terbentuk dengan beranggotakan tiga orang: Ziduy, Mei, dan Sohali.
“Project pertama ya film buat kuliah, waktu itu judulnya Decide (2011). Buat kelompok ini sendiri, kami belom punya nama. Sempet nyari beberapa nama pas editing, akhirnya tercetuslah Uncle Head. Soalnya investor kita waktu itu bapaknya Mei, dan kita manggilnya Paman. Terus kepalanya gue belom pernah liat, hahaha, jadilah namanya Uncle Head, biar agak kebarat-baratan,” tutur cowok alumni SMA Negeri 2 Tangerang ini sambil matanya nerawang-rawang.
Setelah Decide, beberapa judul lain pun dibikin. Kurang lebih sampe film keempat berhasil dibuat, Mei akhirnya mutusin buat cabut dan bikin kelompok sendiri di luar Uncle Head. Ziduy pun tetep ngejalanin sama Uncle Head sama Sohali, ditambah sama temen lainnya bernama Beni Sidabutar sebagai produser, dan seorang lain bernama Martinus Tito.
“Gue sempet tektokan juga sama Aldhi Bibiw, dari doi aktor gue, terus kita coba-coba garap produksi bareng. Sampe akhirnya di awal 2015, Sohali cabut, Tito juga fokus sama kerjaannya, Beni juga, Bibiw juga fokus ngaktor,” bilang cowok yang kemudian terpaksa ngejalanin Uncle Head sendirian, sebelum dia ngajak ceweknya buat ikutan.
Super Kehilangan
Namanya ditinggalin temen setim dan jadi mesti kerja sendirian, pasti rasanya nggak enak. Sedih, kesel, plus galau buat ngelanjutin pasti ada di otak seorang Ziduy.
“Sejujurnya setelah Sohali mutusin buat fokus di hidupnya di 2015, gue sempet galau buat ngelanjutin. Soalnya, gue nggak punya tandem dan nggak punya apa-apa. Ditambah, ada feature film yang sempet ditunda di tengah jalan. Nyungsep gue, ibaratnya ke dasar jurang yang paling dalam, hahaha. Tapi akhirnya, gue nguatin diri, gue curhat, introspeksi dan dapet motivasi banget dari Nita. Ya, pacar sendirilah yang selalu gue curhatin terus sampe dia bosen kali ya denger curhatan gue,” papar mantan mahasiswa UMN angkatan 2010 ini (sekarang mah, udah lulus, sob!).
Untungnya, selain bisa dijadiin tempat curhat, Nita justru bersedia buat dimintain bantuan untuk campur tangan di Uncle Head. Setelah beberapa saat Ziduy harus jadi pawang Uncle Head sendirian, akhirnya Nita pun ngeiyain buat gabung, setelah dia sendiri pun terlibat di beberapa proyek Uncle Head. Bukan lantaran kepaksa, atau semata-mata karena Ziduy pacarnya, tapi karena Nita sendiri punya ketertarikan di dunia art, khususnya musik dan film.
“Mungkin ketika itu, gue juga super aktif di organisasi kampus untuk bikin berbagai event. Nah, satu waktu gue diajak survey tempat buat syuting film Kunang-Kunang di Bantar Gebang. Gue super excited karena bener-bener pengalaman pertama gue ke sana. Mungkin karena ngeliat semangat gue yang tinggi itu, Ziduy jadi ngajak gue buat gabung jadi asisten sutradara dia di film Kunang-Kunang, hahaha,” papar cewek yang udah kenal sama Ziduy dari zaman SMA ini.
Kalo ngeliat latar belakang Nita yang juga punya banyak pengalaman, termasuk pernah jadi ketua dari sebuah panitia event besar di organisasi kampusnya, tentu kita bisa maklumin keputusan Ziduy buat ngajak ceweknya partner-an. Apalagi, dengan modal pengalaman, Nita pun jadi lebih tau gimana flow buat menjaring investor, partner, team building, scheduling, promo, dan hal lain yang sejatinya akan sangat berkaitan dengan bisnis Uncle Head ke depan.
“Gue juga suka cara berpikirnya Nita, cara dia nyelesaiin masalah, cara dia komunikasiin ke orang. Sesuatu yang nggak ada di diri gue, tapi ada di dia dan buat kita jadi lengkap,”
Hadoh, sa ae lo, Duy!
Film “Murni”
Berangkat dari tugas kuliah yang mewajibkan Ziduy bikin film lewat kelompok Uncle Head, maka nggak heran kalau the very first project dari Uncle Head adalah sebuah film. Judulnya, sama yang kayak udah disebut tadi: Decide, di tahun 2011.
Pembuatan proyek pertama ini pun punya ceritanya sendiri. Mulai dari kisah Ziduy yang belum bisa megang alat apa-apa, melainkan cuma bermodalkan teori waktu kuliah, ditambah kendala soal lokasi yang mau nggak mau harus ganti dari kesepakatan semula, bikin proyek ini jadi proyek yang kecut, tapi berbuah manis.
“Pas hari H, lokasi syuting tiba-tiba nggak bisa dipake, padahal semua udah siap dan deadline juga udah mepet. Akhirnya lokasi kita ubah, dan cerita juga kita ubah saat itu juga. Alhamdulillah selesai, dan jadi salah satu film yang paling banyak gue tonton saking senengnya. Dari sini, gue makin semangat buat bikin film,” jelas cowok yang beberapa kali pernah menjadi bintang tamu di acara-acara pemutaran film ini.
Setelah Decide dan tugas-tugas lain dirampungkan untuk kuliah, Uncle Head pun mulai jalan dengan produksi 2 film pendek dalam setahun –yang menjadi proyek rutin alias reguler. Targetnya, untuk di-submit ke festival dan pemutaran-pemutaran alternatif, walaupun Uncle Head pun lagi ngerancang buat masuk ke ranah mainstream, kayak bioskop dan YouTube, serta rilisan fisik.
“Di selingan, kalo ada panggilan yang cocok, kita garap company profile, dokumentasi, atau video klip. Ya, selama masih produk audiovisual, pasti bakal kita garap. Cuma fokus utamanya emang di film. Beberapa kali juga di 2015 kita coba-coba bikin screening film di beberapa tempat di Tangerang buat penyaluran lain di film. Karena film kan, nggak cuma produksi aja, tapi eksibisi, distribusi, dan di literasi juga. Terakhir ini, kita lagi garap profil buat RSUD Kota Tangerang,” jelas Ziduy.
Dipaparkan lebih lanjut sama Nita, dari segi budgeting, kadang-kadang proyek yang dibikin sama Uncle Head punya anggaran yang beragam. Kalo di film pendek, mereka bisa aja jalan dengan budget 10 – 40 juta, tergantung kebutuhan filmnya. Kalo buat proyek di luar film, kayak company profile, TVC, dan lainnya, biasanya mereka bakal liat dulu kliennya bisa menganggarkan berapa. Standarnya, bisa 40 – 100 juta untuk produksi, tergantung skalanya. Soalnya, bakalan ngaruh ke alat-alat yang dipakai, dan kebutuhan ide yang mau direalisasiin.
Kalo untuk proyek di luar film, mereka pasti mencari profit, kalo di film, mereka bakal lebih mengedepankan karyanya. Jadi, siapapun yang mau mendukung proyek film Uncle Head, mereka nggak boleh ngeganggu sisi kreatifnya. Intinya, film yang dibikin tetep harus “murni” dan nggak ada campur tangan orang lain yang berpotensi mengganggu konsep awal yang udah dirancang sama Ziduy.
“Kebetulan si Ziduy orangnya sangat berkonsep dan strict. Dia jagain banget kreatifnya, dan nggak mau banget filmnya diotak-atik sama kepentingan yang nggak make sense gitu. Cuma di film pun, kita sebisa mungkin cari profit, sih. Walaupun yang lebih penting adalah hasil karyanya,” sambung Nita.
Bicara soal profit, pasti kita bakalan nanya, profit dari Uncle Head udah bisa jadi tumpuan hidup buat Ziduy dan Nita belom, sih?
Yap, pertanyaan kayak gitu emang seringkali mondar-mandir di otak kita sewaktu kita baru mau bikin usaha. Ziduy pun nggak menampik, kalo Uncle Head ini masih belom jadi sumber penghasilan utama dia buat bertahan hidup. Maka dari itu, Ziduy dan Nita pun sebenernya masih punya main job yang membuat mereka mendapat penghasilan pasti tiap bulan. Tapi…
“Salah satu proses hidup gue terjadi dari sini, dari Uncle Head. Gue berjuang bikin karya, gue pergi ke mana-mana nemenin karya yang gue buat, gue ketemu orang baru yang menginspirasi, gue bercengkerama dengan mereka yang ‘seiman’, gue pontang-panting nyari uang, gue bebas berekspresi, gue partner-an sama pacar gue sendiri, ya karena Uncle Head,” jabar Ziduy berapi-api.
Ziduy percaya, ngebangun sebuah bisnis itu emang nggak mudah dan butuh perencanaan yang bagus. Ditambah lagi, modal yang dibutuhin juga nggak sedikit. Dengan memutuskan kerja sama orang, setelah sekitar 5 tahunan ngurus Uncle Head doang, Ziduy percaya dia pelan-pelan bisa tetep berjuang ngeraih cita-citanya.
“Dan tetap, bersyukur dan ikhlas dengan segala macam prosesnya. Yang Nita selalu bilang, proses nggak bakal mengkhianati hasilnya itu jadi pacuan gue,” ungkap Ziduy.
Well, apa yang diyakini Ziduy dan Nita pelan-pelan mulai terbukti, sih. Untuk film aja, karya mereka masih konsisten masuk festival film internasional. Terakhir, Fantastic Nite (2016) mampu menembus official selection di Jogja NETPAC Asian Film Festival 2016. Di tahun 2016, Uncle Head pun berhasil menelurkan satu karya lain di samping Fantastic Nite, yakni Kosan Magnet.
“Gue ngerasain semangat yang besar banget dari Ziduy, khususnya di film. Dia punya tujuan yang besar untuk kontribusi di dunia film Indonesia. Tujuan dia dari awal bukan uang, tapi gimana memanusiakan film Indonesia. Bagaimana film, bisa jadi sebuah media penting untuk berbagi rasa dan cerita. Dan gue sangat yakin, suatu saat dia akan sukses dengan itu,”
Duh, ada satu orang lagi yang kayak kamu nggak, Ta? Buat pembacanya HAI, nih! Eh…
Pacaran Sambil Bisnis, Maniskah?
Dengan visi-misi yang sama, dan diyakini satu sama lain bakalan “jalan” dan berhasil, pasangan ini mungkin jadi salah satu pasangan berbisnis yang bisa kita jadiin inspirasi. Soalnya, menurut pengakuan mereka berdua, bisnis bareng pacar itu –meski susah, tapi tetep seru!
“Tapi bukan karena susah, jadi nggak bisa. Kita jadi belajar lebih banyak tentang pasangan masing-masing. Gimana memosisikan diri sebagai pacar dan sebagai partner kerja,” aku Nita.
Dari sisi Ziduy sendiri, dia sering bilang kalo yang paling susah itu adalah, rasa nggak enak karena ngerepotin. Soalnya pernah, bukannya ketemu buat sayang-sayangan, Ziduy sama Nita malahan sibuk bahas konsep yang notabene adalah bagian dari kerjaan. Sulitnya lagi adalah, kesulitan untuk ngebedain mana yang hubungan mana yang bukan.
“Dan itu yang bikin kita berantem di awal-awal, haha,” imbuh Ziduy cengengesan.
Sebenernya, yang harus kita akui, bisnis bareng pacar itu pasti punya risiko. Yap, risiko kalo putus, bisnisnya mau dibawa ke mana?
Tapi, Ziduy dan Nita udah punya solusi untuk itu. Bukannya mikirin apa yang bakal terjadi kalo udah putus, tapi mereka justru mikirin gimana caranya biar sampe nggak putus. Lagian…
“Nggak (takut) dong. Soalnya, kan tujuan utama kita pacaran buat menikah, haha doain yak!” jelas Nita yang disambut anggukan dari Ziduy.
“Lagian, nggak selalu ending-nya putus lah. Lagian, kalo putus mah, pasti bukan karena bisnisnya. Tetapi karena individunya menyerah dengan hubungan yang mereka bangun. Kita berdua kan sama-sama mau membangun hidup dari nol pelan-pelan sampe berhasil. Ya masing-masing harus punya pemahaman tentang hal itu kalo emang mereka akan terus bersama,” tegas cowok yang juga pernah bekerja di agensi buku tahunan ini.
Terakhir, Nita pun nggak kelewatan nyampein harapannya buat Uncle Head. Selain berharap Uncle Head selalu bisa membuat karya yang berkualitas, Nita juga berharap agar hubungannya lebih baik di tahun 2017, plus dilancarkan untuk segala niat baiknya.
“Ya harapannya sama, sih (kayak Nita). Semoga selalu bikin yang berkualitas dan bermanfaat buat orang. Dan bisnis nggak melulu tentang uang dan keuntungan. Buat hubungan ya, semoga semakin matang, dewasa, dan makin baik lagi buat ke depannya,” pungkas Ziduy penuh keyakinan.
Amin dan sukses buat kalian berdua, yap!