SMKN 1 Cangkringan mungkin baru kedengeran sekali-sekalinya di telinga saya, saat ada informasi penyerangan terhadap beberapa orang warganya, menjelang akhir September lalu. Kemudian, saya bertanya dalam hati: Di mana, sih, sekolah itu? Bagaimana kronologis penyerangan tersebut? Apa, sih, penyebabnya? Kok bisa asal bacok aja?
Rasa penasaran saya ini pun bisa terjawab, waktu saya berkesempatan langsung berkunjung ke sekolah yang terletak di kawasan Cangkringan, Kabupaten Sleman, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta itu. Dari tengah kota Pelajar, saya bertolak ke arah Kaliurang. Terus menelusur ke atas, melewati jalan Pamungkas, jalan Meces – Pokoh, hingga ke jalan Cangkringan. Sekitar 50 menit berangkat dari kota Jogja menggunakan kendaraan roda dua, akhirnya saya tiba di sekolah kejuruan yang menawarkan 4 jurusan itu. Bangunannya cukup besar. Malah, terbilang sangat layak untuk sebuah sekolah di kawasan pedesaan. Muridnya pun, banyak.
Saya yang waktu itu ditemani oleh seorang wartawan sekolah Jogja, bernama Rasyid, disambut oleh pak Sugiyono atau pak Nono, seorang guru Biologi. Kami diantar ke sebuah ruangan ber-AC, duduk bercakap-cakap dan berkenalan. Kemudian, saya menyampaikan maksud kedatangan saya, yakni ingin berjumpa dengan anak-anak korban penyerangan 20 September 2016 silam.
“Jadi itu, kan, begini. Mereka sekitar 400 orang barusan selesai mengikuti kegiatan futsal di GOR Pangukan, Sleman. Lalu waktu pulang itu, tiba-tiba dihadang sekelompok orang tidak dikenal, ada sepuluh orang,” jabar pak Nono yang murah senyum itu secara singkat.
Katanya, orang-orang tak dikenal itu pun kemudian mengayunkan senjata tajam yang dibawanya, ke beberapa orang siswa yang hendak pulang dari GOR Pangukan. Setelah itu, para pelaku melarikan diri ke arah Barat. Kronologis selanjutnya, tak jauh berbeda dengan apa yang saya sempat dengar dari beberapa sumber. Para korban dilarikan ke rumah sakit. Korbannya berjumlah 6 orang. Ada yang menderita luka bacok di punggung, tangan kiri, perut kanan, serta luka bacok di kaki kanan. Mungkin masih bisa kita sebut untung, lantaran nggak ada satu pun nyawa korban yang melayang.
Dari Pak Nono waktu itu, saya jadi tahu bahwa para pelaku yang kemudian berhasil diamankan, diketahui masih berada di bawah umur. Masih muda-muda, masih remaja. Menurut kabar yang berhembus, bahkan ada yang masih duduk di bangku SMP. Jumlah mereka, sekitar 10 orang.
Motivasi penyerangan rupanya masih simpang siur. Ada yang bilang karena dendam, tapi ada yang bilang pelakunya menyerang demi eksistensi diri belaka. Merasa diri jagoan, kalau udah menyerang orang.
Persisnya, nggak ada yang tahu. Namun, Pak Nono pun berani menjamin bahwa sekolah tempatnya mengajar, sama sekali nggak pernah menciptakan musuh. Lalu, apa penyebab sebenarnya?