Follow Us

Lagu 7 Years Diputar Jutaan Kali Selama 24 Jam di Spotify, Ini Rahasianya

- Sabtu, 20 Agustus 2016 | 12:00
Lukas Graham, Magis Dibalik 7 Years
Hai Online

Lukas Graham, Magis Dibalik 7 Years

Lahir dan tumbuh besar di Copenhagen, Denmark, bukan masalah buat sebagian besar orang, terutama ketiga personelnya. Kecuali buat sang penggagas, Lukas yang justru datang dari kawasan kumuh di tengah ibukota, Christiania.

Kejahatan dalam berbagai bentuk hingga penyalagunaan obat-obatan terlarang nggak bisa lepas dari masa kecilnya. Perang antar geng dengan ledakan granat yang disertai absennya pengawalan polisi jadi pemandangan sehari-hari di kota asalnya tersebut.

Dimaklumin sih. Pasalnya, sejak awal 70-an, kota kecil yang hanya berpenduduk 800-1000 jiwa ini memiliki sistem pengadilan dan hukum yang berbeda dengan Copenhagen, yang juga membuat treatment keamanannya berbeda banget.

Walaupun, sejak usia dini, kedua orang tua Lukas sudah mengalihkan perhatian anaknya ke musik, Lukas pun nggak bisa menghindari dirinya terjerumus ke dalam jurang kegelapan tersebut. Beberapa kali dia harus berurusan dengan pihak yang berwajib atas kasus-kasus yang seharusnya nggak dilakukannya.

"Di usia 10 tahun, saya ditangkap polisi akibat ketahuan menghisap ganja. Itu pengalaman pertama saya berada di balik jeruji besi. Lucunya, saya nggak sadar kalau saya pernah hidup susah sampai saya beranjak dewasa," ujarnya.

Namun, berbekal pengalamannya tinggal di Christiania, ada banyak inspirasi yang Lukas dapat buat menulis musik. Lukas mulai rajin menjahit kata demi kata dengan melodi meski dia nggak terlalu jago dalam memainkan alat musik sejak usia 12 tahun.

Saking seriusnya, nggak jarang, lagu-lagunya sangat related dengan beberapa kejadian yang pernah dialaminya sendiri, seperti Better Than Yourself (Criminal Mind Pt. 2).

"Lagu itu saya tulis buat sahabat saya yang pada April 2012 nyaris tewas ditembaki oleh pengedar narkoba di dalam mobilnya. Saya sempat mengunjunginya saat dia masih menjalani rehabilitasi di penjara dan kini dia ada di Iran," kisah Lukas.

"Kebanyakan teman-teman dekat di sekitar saya bukan pribadi yang baik. Mereka menjual banyak sekali narkoba, pergi bawa senjata dan selalu mengenakan rompi anti peluru. Namun, saya sangat sayang dengan mereka," ujar cowok penikmat pasta ini.

Latar belakangnya yang sedikit suram ini juga ternyata berpengaruh dengan cara dia menyampaikan musik. Meski nggak mengakui dirinya penganut ghetto pop (campuran black RnB dengan pop), Lukas menegaskan dirinya bukan sosok yang ikut aliran pop mainstream pada umumnya.

“Saya nggak main black soul pop. Tapi, saya punya dasar folk dan classical yang dipadukan dengan gaya soul, rock n' roll, serta rap. Bisa dibilang, saya nggak pernah puas dengan satu genre yang konsisten saja,” tegas Lukas kepada Billboard.

Dari segi lirik pun, temanya nggak lagi ngomongin soal cinta, seperti yang musik pop bahas. Ada banyak unsur politik, keluarga dan sosial yang dikemas unik dan bikin pendengarnya nggak sadar kalau lagunya adalah bentuk protes keras.

Editor : Hai

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest