Nggak cuma itu, Hendri juga sempat dipinang oleh tim asal Tiongkok, Macau Zhongsen Racing Tea dan mencicipi gelar juara 11 di ajang Supersport 600 cc. Terakhir, ia mampu finish di peringkat kelima pada ajang yang sama.
Tongkat estafet Hendri lantas disambar oleh Doni Tata. Di tangan cowok Solo ini, nama Indonesia berkibar lebih tinggi lain lantaran ia sukses melakukan debut di ajang 125 cc pada 2005 dan 250 cc di tahun 2007.
Sayang, gara-gara sponsorship, Doni yang berseragam Yamaha Indonesia Pertamina mundur. Sebelum ia melakukan comeback di tahun 2013 bersama Rafid Topan di ajang Moto2.
Cara Asuh Berbeda
Meski terus memproduksi para pebalap berkelas yang bisa menembus kompetisi internasional, Indonesia belum mampu menerjunkan satu pebalap pun ke level MotoGP. Padahal, negara-negara seperti Jepang hingga Australia bolak balik mengirim jagoan.
Situasi ini nyatanya berujung kepada cara asuhnya. Di Italia, seorang pebalap cilik seakan wajib mengikuti kejuaraan minimoto. Beberapa kompetisi seperti National Championship Italian Minimoto diadakan sebulan sekari guna menjaring bakat di daerahnya masing-masing.
Ketika usianya sudah beranjak 10 tahun, tiap pebalap akan diarahkan kepada ajang balap motor dengan kapasitas mesin lumayan besar, 125 cc. Seperti Valentino Rossi yang beberapa kali menjarai kejurnas Italia 125cc.
Bagaimana di Spanyol? Pebalap seperti Dani Pedrosa hingga Marc Marquez justru lahir lewat akademi yang dibentuk oleh Red Bull.
Kelebihan akademi ini adalah jadwal latihan balap disesuaikan dengan kalender MotoGP. Syarat masuk akademi juga berat seperti usia maksimal 17 tahun, tinggi badan maksimal 172 kg dan berat badan maksimal 62 kg. Makanya jangan heran kalau pembalap-pembalap Spanyol termasuk kecil,
Selain itu, biaya pendidikan di Red Bull Racing Academy sangat mahal dan harus ditanggung sendiri oleh peserta. Namun hasil yang diperoleh sepertinya sebanding dengan biaya yang dikeluarkan ya
Sedangkan di Indonesia, pebalap muda sudah langsung dilepas ke balapan underbone 2-tak. Tanpa ada pengalaman kuat berlaga di kelas-kelas dengan cc di bawah 90.
Kompetisinya yang ketat pun jarang sekali digelar. Paling hanya Indoprix yang cukup berandil besar dalam perkembangan balap motor Indonesia, khususnya soal penjaringan talenta.