Follow Us

Menelisik Isi Surat R.A.Kartini tentang Kondisi Perempuan Indonesia

Reinaldy Royani - Kamis, 21 April 2022 | 05:12
Raden Adjeng Kartini, pahlawan nasional yang memperjuangkan emansipasi perempuan
HAI

Raden Adjeng Kartini, pahlawan nasional yang memperjuangkan emansipasi perempuan

HAI-ONLINE.COM - Jika berbicara mengenai emansipasi perempuan di Indonesia khususnya pada hari ini, pastinya nggak akan bisa lepas dari sosok hebat R.A. Kartini yang memperjuangkan kesetaraan hak antara kaum perempuan dan laki-laki.

Ibu Kita Kartini lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1879 dan di tanggal ini pula diperingati sebagai ‘Hari Kartini’.

Fakta bahwa Kartini lahir dari keluarga bangsawan yang terpandang dan terpelajar nyatanya nggak mendukung peran perempuan dalam pendidikan, keluarga, dan kehidupan. Kartini muda terpaksa hanya menempuh bangku pendidikan hanya sampai usia 12 tahun di Europese Lagere School, sekolah dasar milik pemerintah Hindia Belanda bagi peranakan Eropa, keturunan asing, dan pribumi dari kalangan bangsawan.

Ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat yang merupakan Bupati Jepara saat itu melarangnya untuk menempuh pendidikan lebih lanjut dan mulai memingit aau melarangnya keluar rumah atas dasar kebiasaan tradisi.

Baca Juga: 5 Kartini Modern yang Memilih untuk Berjuang di Bidang Musik

Mengutip buku Biografi Pahlawan Nasional R.A. Kartini, selama dipingit, Kartini mulai menulis surat kepada teman-temannya yang berada di Eropa yaitu Stella Zeehandelaar, Jacques Henrij Abendanon, Rosa Manuela Abendanon, dan lainnya. Dan kumpulan korespondensi inilah yang diterjemahkan dan dijadikan buku oleh Armijn Pane dengn judul Habis Gelap Terbitlah Terang.

Buku Habis Gelap Terbitlah Terang
Tribunnews

Buku Habis Gelap Terbitlah Terang

Mengutip dari Agnes Loise Symmers dalam dalam Letters of A Javanese Princess: Raden Adjeng Kartini, R.A. Kartini menuliskan surat kepada Stella Zeehandelaar tanggal 25 Mei 1899 yang mengungkapkan keadaan kaum perempuan di Jawa dan Indonesia.

“… Kami para perempuan, dalam bidang pendidikan, terbelenggu oleh tradisi dan kebiasaan kuno. Hal ini adalah kejahatan besar yang melanggar adat istiadat tanah air kami yang sebenarnya, dan terutama bahwa kami harus pergi keluar rumah setiap hari untuk bersekolah. Adat di negeri kami melarang perempuan secara keras untuk pergi keluar rumah…”

Baca Juga: Nggak Cuma Habis Gelap Terbitlah Terang, Ini 15 Kata-kata Menggugah dari Hari Kartini

Di usia belasan tahun, Kartini sudah melahap buku-buku seperti seperti Max Havelaar karya Multatuli, De Stille Kraacht karya Louis Coperus, karya-karya Frederik van Eeden, roman feminis karangan Goekoop de-Jong van Beek dan Die Waffen Nieder, dan banyak buku berbahasa Belanda lain.

Di awal abad kedua puluh, tepatnya tanggal 12 November 1903, Kartini terpaksa menikah dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang merupakan Bupati Rembang sesuai kemauan ayahnya.

Suami Kartini mendukung cita-citanya yang ingin memperjuangkan hak-hak perempuan di Indonesia, salah satunya dengan membangun sekolah putri di kompleks kantor bupati.

R.A. Kartini meninggal dunia pada 17 September 1904, empat hari setelah melahirkan anaknya dalam usia 25 tahun. Dengan caranya yang sangat terhormat, Ibu Kita Kartini ingin perempuan Jawa dan Indonesia lebih dihargai dan mendapatkan keadilan gender.

Beristirahatlah dengan tenang Ibu Kita Kartini, putri yang mulia!

(*)

Editor : Al Sobry

Baca Lainnya

Latest