Juki, nih, contonhnya. Gara-gara tato, dia sempat dibetein sama nyokap!
“Orangtua tahu, kok, kalau gue tatoan. Bokap sebenarnya bolehin gue bertato, tapi nyokap nggak. Nyokap paling nggak setuju gue tatoan. Tapi ya mau gimana lagi, tatonya, kan, udah jadi. Hehehe…, akhirnya nyokap jadi masa bodo sama tato gue,” lanjut pemilik tato bertuliskan ‘only god can judge me’ di bagian dadanya.
Lain orang, lain lagi pengalamannya. Kalau Juki dibetein nyokap, Rian justru harus adu debat dengan pacarnya.
“Kalau gue udah ngegebet cewek dan udah deket banget, biasanya gue bakal cerita ke mereka kalau gue punya tato. Responnya macem-macem, ada yang nerima ada juga yang nggak. Nah, waktu itu gue sempat berdebat panjang sama cewek gue gara-gara tato. Tapi, setelah gue jelasin panjang lebar, akhirnya dia bisa nerima, kok. Walau waktu itu sempet bete-bete sedikit. Hehehe…,” kenang Rian.
Ubah Persepsi Negatif
Sama kayak teman-teman kita yang punya tato, Juki dan Rian sepakat bahwa punya tato bukan berarti jadi anak yang nakal. Menurut mereka, persepsi seperti itu sudah harus mulai dihilangkan. Kalau kata Juki dan Rian, nih, nggak selamanya orang yang punya tato, tuh, jahat dan bandel.
Makanya, dengan bertato, setidaknya kita harus siap dengan segala konsekuensi yang bakal kita terima. Nggak cuma dipandang negatif oleh sebagian orang, soalnya, dengan punya tato, secara nggak langsung juga menutup peluang kita untuk kerja di bidang militer kayak Polisi dan TNI atau bidang hukum.
Soalnya, ada undang-undang yang menyorot masalha etika, kepantasan, dan persepsi masyarakat untuk berkecimpung di dunia ini. Nah, nyatanya, ini jadi pertimbangan serius dalam rekrutmen hakim dan jaksa, sekalipun si pemilik tato nggak punyacatatan kriminal.
“tatoan sah-sah aja, tapi harus punya pertanggungjawaban atas itu semua.Kita hidup dengan budaya Timur. Nggak semua orang bisa menerima. Makanya, kita harus siap dengan segala konsekuensinya,” tutup Iky memberi wejangan.
Nah, pilihan mau bikin tato atau nggak, sih, sebenarnya ada di kita lagi. Tentunya dengan segala konsekuensi yang bakal kita terima.
Alasannya ya itu tadi. Nggak semua orang bisa menerimanya. Suka nggak suka, kita harus jago main ‘kucing-kucingan’ dengan pihak sekolah bahkan bokap nyokap yang notabene orang terdekat buat kita. So, sudah siap?