Baca Juga: Jalan-jalan ke De Voyage Bogor, Nikmati Kampung Mini Eropa yang Tersohor
Nah, dalam pengakuan si penerima undangan interview di Menara Saidah itu, ia urung menghadirinya lantaran posisi dia sedang berada di Tulungagung, Jawa Timur.
Dari situlah cerita gedung kosong nan angker dibahas banyak orang, sampai sejumlah fakta barupun terungkap.
Pada Selasa (25/1/2022) Kompas.com, misalnya mengulas siapa pemilik gedung Saidah yang katanya punya keluarga artis Inneke Koesherawati.
Begini sejarah kepemilikan sampai matinya gedung Saidah.
Gedung dibangun tahun 1995
Gedung tersebut dibangun (ulang) pada tahun 1995 oleh kontraktor PT Hutama Karya dan selesai selama hampir tiga tahun di 1998.Awalnya, bangunan gedung dibuat untuk perkantoran, namanya masih Gracindo dan disebut-sebut menelan biaya pembangunan hingga Rp 50 miliar.
Dikutip dari arsip PT Hutama-Karya, arsitektur gedung tersebut bergaya Romawi berlantai 30 dan menjulang di Jalan Gatot Subroto, Jakarta.
Gedung yang dipenuhi ornamen baik tampak luar maupun tampak dalamnya, memerlukan kecermatan dan ketelitian dalam pelaksanaannya.
Patung-patung gaya Romawi yang ada di dalam luar gedung disebutkan diimpor langsung dari Italia.
Pemilik Pertama Bukan Saidah
Dikutip dari Bangka Pos, pemilik pertama gedung tersebut adalah PT Mustika Ratu atas nama Mooryati Sudibyo.
Kemudian gedung tersebut dilelang pada 1995 dan dimenangkan oleh Keluarga Saidah dengan pemilik diserahkan kepada Fajri Setiawan, anak kelima Nyonya Saidah.
Gedung tersebut lalu direnovasi (dibangun ulang) sehingga namanya diubah menjadi Menara Saidah.
Nama Saidah diambil dari nama pemiliknya, Saidah Abu Bakar Ibrahim.
Saidah Abu Bakar Ibrahim sendiri merupakan mertua dari pemain film dan sinetron Inneke Koesherawati.
Setelah berpindah dari Mustika Ratu ke Keluarga Saidah jumlah lantainya pun bertambah dari awalnya hanya 15 menjadi hampir dua kali lipat yaitu 28 lantai.
Baca Juga: Sejarah dan Asal-Usul ‘Nusantara’ yang Jadi Nama Baru Ibu Kota Negara
Perkantoran Pemerintah
Dari arsip Harian Kompas, 2 September 1999 mencatat, bangunan tersebut pernah menjadi kantor Sekretariat Panitia Pemilihan Umum (PPU) 1999.
Tak hanya itu, gedung yang terletak di Jalan Letjen MT Haryono itu juga pernah menjadi kantor Kementerian Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia.
Saat ini, kementerian tersebut bernama Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal, dan Transmigrasi.
Ditutup 2007
Delapan tahun berselang, bangunan megah tersebut resmi ditutup untuk umum di tahun 2007 karena diduga bangunannya miring beberapa derajat.Kondisi tersebut dianggap membahayakan keselamatan penghuni gedung.
Konstruksinya dianggap bermasalah sejak awal, namun dari pihak pemilik maupun Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) tidak ada yang bersedia memberikan penjelasan.
Pihak pengelola Menara Saidah, PT Gamlindo Nusa membantah bahwa gedung itu miring.
Menurut mereka, gedung itu sengaja dikosongkan sampai masa sewa penyewa habis dan skema penyewaan pada calon penyewa berikutnya adalah satu gedung secara keseluruhan
Menurut pengakuan warga setempat, sempat ada kegiatan renovasi pada pertengahan 2015, tetapi terhenti setelah berjalan dua bulan, dikutip dari Harian Kompas, 3 Agustus 2016.
Batal diambil alih Pemprov DKI Jakarta
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sempat berencana untuk mengambil alih pemanfaatan Menara Saidah pada tahun 2016.Namun rencana tersebut urung terlaksana.
Hingga kini Menara Saidah masih tak difungsikan dan terlihat mangkrak. Bangunan itu juga dikelilingi pagar seng dan dijaga oleh beberapa orang.
Sebelumnya, karena lokasinya yang strategis sempat banyak penawaran masuk, termasuk dari Universitas Satyagama pada tahun 2011.
Namun proses pindah kepemilikan tidak terjadi karena pemilik awal tidak bersedia menunjukkan gambar struktur gedung.
Ada misteri apa di pembangun awal gedung tersebut? Pertanyaan ini belum tuntas terjawab hingga sekarang. (*)