HAI-Online.com - Begitu pun halnya dengan ranah musik lainnya, musik rock tentu mengalami berbagai periodisasi yang menghasilkan berbagai sub-genre baru yang distingtif.
Namun jika nggak berhati-hati, perkawinan yang terjadi antara musik rock dengan elemen modernitas kental terkadang menghasilkan anomali yang begitu kentara.
Mengusung semangat new wave ala 80-an yang dibalut dengan produksi tatanan suara mewah dan kekinian bukanlah perkara mudah, tidak semua grup musik bisa meramu formula ini dengan mulus.
The Sugar Spun adalah trio Fathir Dzaki, Rashief Muhammad, dan Gilang Dhafir yang menjadi salah satu grup musik paling berhasil untuk mengidentitaskan gaya musik tersegar di antara ratusan grup musik indie/alternative rock yang pernah saya temui.
Baca Juga: HAI Demos: Pembuktian Jujur dan Magis dari Seorang Axel Gulla
Baru terbentuk sejak 2018 lalu, The Sugar Spun memulai gelombang terbarukan ini dengan EP 'All The Tracks Based On My Feelings and This Is What It Looks Like'.
Melalui debut mereka tersebut, trio asal Bandung ini emang sudah memunculkan embrio yang kental dengan kebaharuan yang mereka bawa, meski memang belumlah terkonsep secara matang.
Berangkat dari embrio yang masih sangat lunak tersebut, The Sugar Spun memilih untuk memberi rongga kosong pada masing-masing personelnya.
Mereka memutuskan untuk berehat sejenak selama setahun sehingga siap untuk memecah kebuntuan dengan vibe musik mereka yang paling segar.
Baca Juga: Lisa BLACKPINK Beneran Didiskriminasi Agensi Sendiri? Begini Pembelaan Para Fans
Sejak merilis 'Trapped In The Ice' pada pertengahan 2020 lalu, The Sugar Spun pun rajin melepas serentetan trek yang tidak hanya lebih matang secara musikalitas; trio ini juga sangat memperhatikan aspek visual yang diwakili oleh video klip yang mumpuni.
Lewat kesegaran yang dihadirkan di tengah masa pandemi, The Sugar Spun nggak malu-malu untuk mau beradaptasi dengan apa yang dibutuhkan oleh telinga masa kini - nada yang ramah, serta tatanan suara yang bulat, dan tentu saja serba modern.