Terdapat 44 dari 105 responden anak (42%) menyampaikan bahwa mereka nggak mendapatkan kuota gratis baik dari Pemerintah maupun sekolah.
“Hasil survei kami menemukan bahwa anak – anak yang nggak mendapatkan kuota gratis ini salah satu alasannya karena nggak terdata padahal secara faktor ekonomi mereka sangat membutuhkan. Jadinya banyak anak yang merasa sedih, kecewa bahkan merasa ini nggak adil,” jelas Gya, 17 Tahun / Koordinator Child Campaigner Save the Children di Yogyakarta.
Hasil survei ini juga memotret upaya anak – anak yang nggak mendapat kuota internet tetapi tetap melakukan berbagai cara untuk dapat mengakses pembelajaran seperti misalnya menghemat penggunaan aplikasi pembelajaran, memanfaatkan fasilitasi wifi gratis bahkan mencari lokasi dengan akses signal yang kuat.
Memperingati Hari Literasi Internasional yang jatuh pada tanggal 8 September lalu, Save the Children Indonesia bersama dengan Child Campaigner dan Komunitas penggiat pendidikan anak di Yogyakarta menyuarakan hak pendidikan anak melalui gerakan Save our Education.
Gerakan ini bertujuan untuk memastikan setiap anak mendapatkan akses terhadap pendidikan yang berkualitas pada lingkungan yang aman.
Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, para anggota Child Campaigner menyampaikan secara langsung hasil survei tersebut kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DIY.
Nggak hanya itu, Agenda Save our Education juga dilanjutkan dengan menyuarakan hak pendidikan anak melalui roadshow radio dan TV lokal di Yogyakarta.
“Setiap anak pasti berharap mendapat pendidikan yang berkualitas, mulai dari mutu pembelajaran yang lebih baik, mudah dipahami, dan tentunya kuota internet yang cukup untuk belajar. Kami berharap Pemerintah dan Sekolah dapat mendata dan mengecek kembali anak – anak yang selama satu tahun ini nggak mendapat kuota gratis, karena semua anak tanpa terkecuali berhak untuk bisa belajar,” tegas Gya.