Putusan tersebut juga lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut hukuman 30 tahun penjara.
Hakim Cahill mengatakan penting untuk melihat rasa sakit keluarga Floyd, dan mengakui perhatian global dari kasus ini. Namun, dia menyatakan hal itu tidak akan mempengaruhinya.
"Saya tidak mendasarkan vonis saya pada opini publik," kata Cahill lagi mengungkap alasan tegasnya.
Lagi pula, vonis itu secara luas dipandang sebagai teguran penting atas penggunaan kekuatan polisi yang tidak proporsional terhadap warga kulit hitam Amerika.
Jika ada yang masih ingat, peristiwa yang tersebar adalah Chauvin telah menindih leher Floyd dengan lututnya pada Mei 2020 hingga menyebabkan kematian korban.
Aksi tidak manusiawi Chauvin terhadap mendiang Floyd itu menuai demonstrasi massal besar-besaran melawan diskriminasi rasial di seantero AS, tahun lalu, setelah videonya menjadi viral beserta tagar yang seragam.
Baca Juga: Bahas Kekerasan Anti Asia di Amerika, Sutradara Parasite: Belajarlah dari Film 'Do The Right Thing'
Reuters melansir, hukuman Chauvin adalah salah satu hukuman terlama yang diberikan kepada mantan perwira polisi karena menggunakan kekuatan fisik dan berakibat fatal melanggar hukum di AS, ungkap Jaksa Agung Minnesota, Keith Ellison.
Tuntutan terhadap polisi di Amerika, jarang yang berhasil dalam kasus semacam itu. Namun keadilan itu terbukti bisa dijalankan.
"Hukuman hari ini bukan keadilan, tetapi ini adalah momen lain dari akuntabilitas nyata di jalan menuju keadilan,” kata Ellison di luar ruang sidang.
Dia menyerukan para pemimpin penegak hukum di seluruh AS untuk melihat perkara Chauvin ini sebagai momen untuk reformasi di tubuh kepolisian.
Editor : Hai
Baca Lainnya
PROMOTED CONTENT
Latest