Follow Us

Motif Tie Dye Lagi Nge-Hitz, Ternyata Simbol Perlawanan Masyarakat Amerika Tahun 1960-an

Annisa Putri Salsabila - Minggu, 18 Oktober 2020 | 17:10
Motif Tie Dye yang lagi nge-hitz di Indonesia
kompas.com

Motif Tie Dye yang lagi nge-hitz di Indonesia

HAI-Online.com - Dunia fesyen selalu menawarkan perubahan tren mode di setiap tahunnya. Meskipun nggak ada yang menjamin mode baru itu benar-benar sesuatu yang baru.

Contohnya motif tie dye atau ikat celup yang terkenal dengan pola dan permainan warna cerahnya.

Nah, belakangan ini motif yang terkesan abstrak ini banyak dipilih untuk dibuat menjadi setelan baju tidur, baik anak, dewasa, laki-laki, maupun perempuan.

Baca Juga: Nadin Amizah Minta Maaf Lagi Nggak Nyapa Penggemarnya di Konser Seperti Musisi Lainnya

Mengutip Vox, motif ini menjadi salah satu tren besar di musim panas 2019 yang diakui oleh Vogue.Simbol perlawanan

Di Amerika Serikat, teknik pewarnaan yang satu ini erat dikaitkan dengan budaya tandingan yang muncul di tahun 60-an.

Berdasarkan Heroine, motif nggak beraturan ini adalah lambang penolakan masyarakat Amerika ketika itu terhadap norma-norma sosial yang ketat yang diberlakukan pada tahun 50-an. Mereka menolak tindak kekerasan, kapitalisme, materialisme, dan keseragaman yang ada.

Budaya hippie pun membuat motif ini untuk mengungkapkan cinta dan kasih sayang yang belum ditemukan dalam kehidupan ketika itu.

Sementara bagi mereka yang tumbuh di era berikutnya, lebih dikenal sebagi kegiatan kerajinan tangan yang dilakukan anak-anak.Namun ternyata sejarah di balik motif ini, jauh lebih panjang dari sekadar tahun 1960, mereka disebut sudah ada sejak 4.000 tahun sebelum masehi.Teknik warna ikat ini menjadi budaya di banyak negara dunia, termasuk India, China Indonesia, hingga Nigeria.

Mereka telah memanfaatkan teknik ini selama ratusan tahun lamanya. Meski menggunakan dasar teknik yang sama, masing-masing wilayah menghasilkan gaya dan ciri khas yang bisa membedakannya dari hasil teknik yang sama di negara lain.

Sampel paling awal dari kesenian warna ikat ini ditemukan di Peru. Meski begitu, kurator Museum Tekstil Universitas George Washington, Lee Talbot tetap menyebut seni ini muncul dengan sendirinya di berbagai belahan dunia, nggak diketahui siapa yang pertama kali mencetuskannya.

Hanya saja, keberadaannya semakin menyebar luas seiring perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara-negara dunia di waktu yang lalu.Proses pembuatan motif tie dye

Proses pembuatan motif tie dye sesungguhnya relatif mudah. Kita hanya perlu memuntir kain hingga menyusut dan membentuk bulatan.

Setelah itu memberikannya batasan, baik menggunakan karet atau benang, untuk memisahkan bagian-bagian yang ingin diwarnai.

Harapannya, agar warna yang diberikan di bagian tertentu nggak merembes ke bagian yang lainnya.

Kalo udah, maka kita harus mendiamkan kain dengan warna yang masih basah itu hingga mengering.

Sehingga ketika dibuka, motif ikat yang dibuat sebelumnya dapat terlihat. Sebenarnya teknik pewarnaan kain yang satu ini sudah ada sejak lama, dan sempat hits di waktu-waktu sebelumnya.

Misalnya dengan dibuat di selembar kaos polos dan dijadikan baju santai. Ada juga yang dibuat untuk membuat jaket, hoodie, jumper, dan sebagainya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal Tie-Dye, Simbol Perlawanan Masyarakat Amerika Tahun 1960-an"

Editor : Al Sobry

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest