Follow Us

Jakob Oetama dan PK Ojong, Dua Sosok Penting Dalam Sejarah di Balik Lahirnya Kompas

Annisa Putri Salsabila - Rabu, 09 September 2020 | 14:18
Begini foto lawas PK Ojong dan Jakob Oetama
kompas

Begini foto lawas PK Ojong dan Jakob Oetama

Sebab, beberapa tahun kemudian duet Jakob-Ojong melahirkan koran yang dimaksudkan dapat menjadi alternatif, pilihan lain dari banyaknya media partisan yang terbentuk akibat kondisi politik pasca-Pemilu 1955 itu. Pada saat, koran itu dikenal dengan nama Kompas.

Dampak polarisasi politik

Dikutip dari buku Syukur Tiada Akhir (2011), kehadiran Kompas berawal dari situasi politik yang terbilang tegang dan begitu terpolarisasi ketika itu.

Setelah keluarnya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, setidaknya ada tiga kekuatan politik besar. Pertama, adalah Presiden Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi.

Dekrit Presiden menyebabkan konsolidasi kekuasaan dan politik terpusat kepada Bung Karno, yang menjalankan praktik demokrasi terpimpin.

Baca Juga: Pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama Meninggal Dunia, Ajak Kita Teruskan Perjuangan!

Kedua, adalah Partai Komunis Indonesia yang merapat pada Bung Karno. PKI juga memiliki sejumlah media yang menjadi corong partai dan menyebarkan pemikirannya secara masif.

Dalam beberapa hal, pemikiran itu dinilai cenderung membelenggu masuknya informasi dari luar. Ketiga, adalah kekuatan ABRI yang berusaha meredam kekuatan politik PKI.

ABRI berusaha menjalin kerja sama dengan organisasi masyarakat dan politik yang non atau anti-komunis.

Menurut penuturan mantan Menteri Perkebunan Frans Seda, ide mengenai perlunya kehadiran koran non-partai muncul atas permintaan Menteri/Panglima TNI Angkatan Darat Letjen Ahmad Yani.

Frans Seda yang sewaktu itu mewakili Partai Katolik pun diminta Ahmad Yani dengan tujuan itu.

Selanjutnya, Frans Seda menemui Ketua Umum Partai Katolik Ignatius Joseph Kasimo untuk merealisasikan ide tersebut.

Editor : Hai

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest