Kita coba lihat sebentar, gimana perjalanan umat manusia bareng plastik. Sekitar 150 tahun silam, manusia menciptakan plastiksebagai materi yang ringan, kuat, dan murah. Bahkan, terobosan ini ngebantuin jantung berdenyut dan pesawat melesat di udara.
Namun ada perkara yang mendesak dan perlu diwaspadai. Berdasarkan statistik dariOur World in Data, produksi tahunan plastikdi dunia meningkat hampir 200 kali lipat sejak 1950. Pada 1950, diketahui dunia hanya memproduksi dua juta ton plastikper tahunnya. Namun sejak, saat itu, produksi meningkat drastis.
Baca Juga: Cara Singapura Olah Sampah Plastik Wajib Ditiru Indonesia, Langsung Hilang dalam Hitungan Jam
Sayangnya, dari banyaknya plastik, hanya sekitar 20% yang didaur ulang. Pada akhirnya, sekitar delapan juta ton berakhir di lautan setiap tahunnya.
Plastik, seperti yang kita tahu, bisa bertahan lama di Bumi hingga 60-70 tahun. Dan plastikyang dibuat pada masa awal pun, kemungkinan masih ada lho sampe sekarang.
Studi terbaru dari University of Leeds yang dipublikasikan pada jurnalScience, mengungkapkan, kalo sampe terjadi peningkatan konsumsi plastikatau nggak ada perubahan signifikan pada aksi daur ulang, maka diperkirakan Bumi akan memiliki 1.3 miliar ton sampah plastikpada 2040.
World Economic Forum (WEF) bahkan memprediksi bahwa pada 2050, jumlah plastik di lautan akan lebih banyak dibanding ikan.
Plastik yang ada di laut bisa berasal dari daratan maupun perairan. Polusi plastik dari perairan mengacu kepada sampah sisa-sisa alat penangkap ikan seperti jaring, tali, dan bangkai kapal.
Sementara yang dari daratan berasal dari kehidupan modern manusia, di mana plastik seringdipake sebagai 'barang sekali pakai' seperti botol, gelas, dan alat makan plastik, serta pembersih telinga.
Sampah-sampah ini udah pasti sangat berbahaya untuk hewan laut karena mereka bakal mengira kalo plastiksebagai makanannya dan akhirnya mengonsumsinya.
Penyu misalnya, mereka nggak bisa bedakan mana kantung plastikdengan ubur-ubur, sehingga kerap mengonsumsinya tanpa sengaja. Saat sampah plastikmasuk ke pencernaan hewan laut, itu dapat menyebabkan penyumbatan dan akhirnya kematian.
Belum lama ini, sekelompok peneliti juga sudah menemukan bukti kalo mikroplastik–potongan, fragmen, dan serat plastik, ternyata terakumulasi pada kotoran manusia.
Artinya, setelah hewan laut memakan sampah plastik, manusia kemudian dapat ikut menelannya melalui tuna, udang, atau lobster, yang dikonsumsi.
Baca Juga: Mau Jadi Anggota Penyelamat Lingkungan, Armand Maulana Pernah Ditolak Greenpeace
Murah dan mudahnya produksi plastiktelah mempopulerkan penggunaan plastik. Kurangnya kesadaran kita tentang penggunaan dan pengolahan limbahnya telah berdampak buruk pada lingkungan.
Inilah tragedi plastik. Kita telah menciptakannya. Kita begitu bergantung padanya. Namun, ada sesuatu yang bisa kita lakukan di situasi ini untuk bersama- sama menyelamatkan Bumi. Tiba saatnya manusia menjadi penentu masa depan Planet ini.
National Geographic Indonesia melalui #SayapilihBumi dan dukungan PT Unilever Indonesia Tbk @unileveridn berinisiatif untuk menggelar webinar tentang permasalahan dan solusi sampah plastikdi Indonesia.
Program ini mempertemukan berbagai pihak mulai dari industri, lembaga penelitian, media hingga teman-teman pegiat lingkungan.
Simak perbincangan seru dan menarik tersebut dalam program #BerbagiCerita daring via ZOOM, bertajuk Semangat Kolaborasi Menuju Kehidupan Lestari, padaRabu 19 Agustus 2020, pukul10.00-12.00 WIB.
Bagian pertama, “Studi Terkini Mengenai Pengelolaan Sampah: Pentingnya Revolusi Melalui Kolaborasi”. Bagian Kedua, “Mendorong Peranan Bank Sampah Melalui Revolusi Digital.
Silakan mendaftar melalui pranalabit.ly/berbagiceritaunilever. Mari berbincang bersama dan berkolaborasi untuk mencari solusi bagaimana kita semua bisa mengubah perilaku terhadap permasalahan sampah plastikdi Indonesia.