Follow Us

Intoleransi Mengancam, Saatnya Generasi Muda Untuk Bertindak!

Dio Firdaus - Kamis, 06 Februari 2020 | 10:21
Ilustrasi kunci melawan intoleransi, membangun toleransi.
(DOK KOMPAS/DIDIE SW)

Ilustrasi kunci melawan intoleransi, membangun toleransi.

Lantas, kini pada era digital, anak muda dilabel sebagai ‘kids jaman now’ yang diasosiasikan dengan berbagai aksi lucu yang kerap viral di media sosial.

Ilustrasi
Shutterstock

Ilustrasi

Tak sebatas stereotype, para pemuda-pemudi kini juga harus berjuang menghadapi arus pasar global yang disebut-sebut memasuki era 4.0.

Pasca-reformasi politik yang diusung mahasiswa pada 1998, generasi muda yang besar pada 16 tahun pertama reformasi terkungkung dalam narasi pasar yang dibuka seluas-luasnya serta menyasar mereka sebagai konsumen.

Ditambah lagi, pada masa transisi politik dan ekonomi yang tengah mengalami desentralisasi, generasi muda dibiarkan tumbuh besar tanpa sebuah narasi kepemudaan. Sebuah narasi yang menempatkan mereka sebagai subyek perubahan bukan sebatas obyek.

Sebagai akibatnya, arus konservatisme yang tengah menglobal pun menjadi konsumsi baru para ‘kids zaman now’. Kini kebinekaan yang diusung oleh pemuda-pemudi revolusi tengah mengalami sebuah ujian besar.

Generasi muda penentu tren

Berbagai hasil riset sosial maupun marketing kini menempatkan generasi muda sebagai prioritas utama. Sebab, sejak percepatan adopsi media sosial serta smartphone pada tahun 2013, anak muda selalu memiliki peran ‘pivotal’ dalam diseminasi sebuah tren.

Secara spesifik, usia pivotal itu merentang pada usia 17-25 tahun. Pada rentang usia tersebut, seorang anak muda dapat mengambil aspirasi dari usia yang lebih muda, sebagai contoh berbagai permainan anak-anak seperti board games, lego, hingga mobile games kembali menjadi relevan.

Secara bersamaan, rentang usia pivot juga mempengaruhi usia yang lebih tua. Kini kita bisa melihat komunitas-komunitas dengan anggota berusia 40 tahun, bahkan 50 tahun ke atas turut mengikuti hobby dan lifestyle usia ‘pivotal’, dari musik hingga olahraga.

Tanpa banyak disadari, anak muda tetap menjadi demografi sentral dalam laju perubahan.

Laju perubahan tersebut akan semakin menguat ketika Indonesia memasuki masa bonus demografi, yaitu peristiwa demografi di mana usia produktif antara 15 hingga 64 tahun melebihi kelompok usia belia dan lansia.

Source : Kompas

Editor : Hai

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Hai Play

Latest