HAI-ONLINE.COM- Dalam sejarah Indonesia, generasi muda selalu ada di setiap sudutnya. Rekam jejaknya nggak akan pernah hilang ditelan waktu.
Pada 1928 silam, para pemuda Indonesia berkumpul dengan berbagai gagasan yang membawa seluruh bumiputer keluar dari keterpurukan.
Menurut Benedict Anderson, Indonesianis ternama, pemuda-pemudi pada saat itu berimajinasi tentang sebuah komunitas besar yang disebut Indonesia.
Imajinasi itupun pada akirnya diuji oleh para pemuda dengan latar belakang etnis yang beragam di Kongres Pemuda II.
Proses yang panjang, perdebatan yang tak ada ujungnya nggak menghentikan para pemuda untuk menggagas hingga pada akhinrya menyepakati "bertumpah darah satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu".
Puncak kesepatan untuk menyatukan perbedaan itu pun terjadi dengan perantara seni musik, yaitu saat WR Supratman memainkan lagu yang menyentuh kalbu seluruh peserta kongres dengan biola yang diberu judul "Indonesia Raya".
Pemuda menjadi "kids zaman now"
Pada masa revolusi kemerdekaan, istilah pemuda dibedakan dengan anak muda. Pemuda-pemudi adalah mereka yang berjuang, serta memikirkan dengan serius nasib masyarakat bumiputera.
Apabila seseorang berusia muda namun nggak memiliki karakter pejuang dan jiwa altruis, mereka hanya disebut sebagai anak muda.
Zaman pun berganti, istilah pemuda pada masa orde baru mulai terkikis, tergantikan dengan julukan remaja. Remaja nggak memiliki kriteria pembeda sebagaimana pada masa revolusi. Satu-satunya kriteria pembeda hanya usia.
Puncak pendangkalan makna pemuda terjadi pada pertengahan tahun 90an ketika julukan ‘ABG’ atau Anak Baru Gede mengemuka.