Follow Us

Amazon Terbakar, Dunia Wajib Belajar dari Indonesia dalam Atasi Kebakaran Hutan

Bayu Galih Permana - Selasa, 27 Agustus 2019 | 20:35
Seorang prajurit TNI memadamkan api karhutla di Desa Parit Baru, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau.
KOMPAS.COM/IDON

Seorang prajurit TNI memadamkan api karhutla di Desa Parit Baru, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau.

HAI-Online.com - Hutan penyumbang 20 persen oksigen dunia, Amazon mengalami kebakaran terparah sejak tahun 2013 lalu, di mana Badan Penelitian Luar Angkasa Brasil (INPE) menyebut bahwa api yang menjalar di kawasan tersebut mencapai 18.267 kilometer persegi.

Apabila dibandingkan dengan kota yang ada di Indonesia, kebakaran di Hutan Amazon tahun ini telah menghanguskan sekitar 28 kali luas wilayah DKI Jakarta (661,5 kilometer persegi).

Menurut Nigel Sizer dari Rainforest Alliance, meningkatnya jumlah area yang terbakar disinyalir merupakan dampak dari dukungan Presiden Brasil, Jair Bolsonaro terhadap petani lahan untuk melakukan pembersihan di kawasan Hutan Amazon.

"Dengan yakin, kami dapat mengatakan bahwa pemerintah sudah memberikan lampu hijau terhadap aksi pembakaran dan perusakan secara ilegal," terang Nigel dikutip dari USA Today.

Baca Juga: Leonardo DiCaprio Berkomitmen Sumbang Rp 71 Miliar untuk Pelestarian Hutan Amazon

Berkaca pada hal tersebut, pemerintah Brasil ataupun negara-negara lainnya patut mengikuti kebijakan yang diterapkan Presiden Indonesia, Joko Widodo untuk mengatasi akar penyebab kebakaran hutan seperti deforestasi dan buruknya pengelolaan lahan gambut.

Sejak tahun 2015, Presiden Jokowi menerapkan sejumlah kebijakan, di antaranya menciptakan badan restorasi lahan gambut, memperpanjang moratorium deforestasi, denda bagi penyebab kebakaran, hingga memperkuat kemampuan penegak hukum maupun tim pemadam.

Tim satgas berupaya memadamkan kebakaran hutan dan lahan di kampung bungsur kecamatan sungai api siak.
KOMPAS TV/CITRA INDRIANI

Tim satgas berupaya memadamkan kebakaran hutan dan lahan di kampung bungsur kecamatan sungai api siak.

Hasilnya, jumlah area dengan suhu tinggi (hot spot) mengalami penurunan signifikan dari tahun ke tahun, di mana dari 2.400 titik panas yang ada pada tahun 2017, kini tinggal tersisa 508 aja selama enam bulan pertama 2019.

Seperti yang dilansir HAI dari OZY, penurunan jumlah hot spot yang ada di Indonesia ini sendiri digambarkan oleh satelit Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat (NOAA).

Baca Juga: Kabur Usai Jambret Mahasiswi, Pelajar SMA Ini Malah Tewas Nabrak Pohon

Source : Ozy.com

Editor : Al Sobry

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest