“Aku bilang, ‘kamu nggak boleh takut, ada yang meninggal tapi ada yang bertahan hidup!’” ulasnya.
Kenali Baik-baik Penyakitnya, Bukan Serta-merta Menjauhinya
Seperti itulah yang dilakukan Camel kepada dua temannya yang ODHA. Tetap bersikap baik, wajar dan yang terpenting memberi manfaat ke teman yang membutuhkan.
Bagi Camel, penyakit apapun itu yang perlu dilakukan sebagai teman ODHA adalah kita mesti mengenal penyakit itu, gimana cara menanganinya, apa yang boleh dan tidak, sehingga segala yang bisa bikin kita panik jadi teratasi.
“Well, di depan mereka aku harus kelihatan baik-baik aja, walaupun kadang worry juga. Worry-nya aku bukan karena takut tertular tapi kayak, duh temen gue gimana kalo nggak minum obat? Padahal aku kan nggak selalu ada di samping mereka,” terangnya.
Camel mengingatkan, teman ODHA itu juga mesti menjaga privacy, nama baik, dan jadi pendengar yang baik.
“Kadang, kalo solusi kan semua bisa menemukannya. Cuma kadang mereka juga ingin didengar, terutama saat down,” kata Camel
Sementara menurut psikolog Ratih Ibrahim, remaja ODHA harus terus melanjutkan hidupnya. Selain dengan melakukan pengobatan/therapy yang disiplin dan kembali menjaga pola hidup sehat, mereka juga kudu hebat mengejar masa depan.
“Yang terpenting harus ‘moving forward’ karena remaja memiliki perjalanan yang masih panjang. Jadi menjalankan hidupnya harus ‘to the fullest.To the fullest maksudnya apa? Satu, jadi bermakna buat dirinya, kedua buat keluarga, ketiga buat bangsanya,” jelas Ratih seakan memberi semangat.
Meski pada kenyataannya nggak segampang itu, ada lho teman ODHA, FH (19) yang terkena HIV saat menjadi mahasiswa. Meski belum cerita ke orangtua, dia terus memersiapkan dirinya untuk maju ke depan. Hidup normal, mempunyai teman dekat, minum obat, dan berkarya.
Setelah lulus kuliah, FH pun sanggup diterima kerja di perusahaan yang kini sanggup menopang hidup dan obat HIV-nya. (Fira/Sobri)