Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Agung Sentausa Berkarya Lewat Akatara Mencetak Pebisnis Film Berkelas Internasional

None - Kamis, 18 Oktober 2018 | 09:29
Agung Sentausa Berkarya Lewat Akatara Mencetak Pebisnis Film Berkelas Internasional
Bekraf doc

Agung Sentausa Berkarya Lewat Akatara Mencetak Pebisnis Film Berkelas Internasional

HAI-Online.com - Diinisiasi tahun 2017, Akatara memiliki misi mencetak film entrepreneur yang berkelasinternasional.

Agung Sentausa dikenal sebagai sutradara film, video musik, iklan dan dokumenter. Film debutnya, Garasi (2005) diputar di banyak festival film internasional.

Saat ini Agung menjadi Ketua Fasilitasi Pembiayaan Film Badan Perfilman Indonesia. Pada tahun 2017, BPI menjalin kerjasama dengan Bekraf menginisiasi Akatara.

Akatara adalah kerja sama antara Badan Perfilman Indonesia dan Bekraf yang diwujudkan dalam bentuk program-program yang bertindak sebagai partner strategis dalam merancang dan mendesain program-program yang berkaitan dengan industri film dalam jangka pendek maupun panjang.

Di awal kerja samanya, ada 10proyek film yang mendapat kesepakatan awal investasi.

Baca Juga : Jiwa Film Remaja Indonesia

“Tahun ini, bulan Januari, sudah diproduksi 1 film, yaitu produksi Visinema yang pembiayaannya didukung oleh Ideosource. Ideosource menjadi ventura kapital film pertama yang mendukung Akatara dan ada beberapa proyek yang juga mereka komit untuk pembiayaan di tahap lain selain tahap produksi film,” terang Sugeng.

Akatara kedua berlangsung September yang tanggal pelaksanaannya dimajukan karena Akatara telah menandatangani MOU dengan SAF (Southeast Asian Financing) yang bertepatan dengan Singapore Film Festival dimana 2proposal terpilih tahun ini akan difasilitasi berangkat ke Singapura.

“Yang menggembirakan dari Akatara tahun kedua ini adalah para investornya semakin agresif dan pemilik proyek film semakin antusias. Proposal film yang masuk tahun ini ada 343 proposal. Hampir 4 kali lipat lebih banyak,” ujarnya.

Ekosistem Seimbang

Tahun ini juga proposal yang masuk dibuka bagi proposal non produksi film seperti sekolah dan kursus film, atau digital platform film yang memang terbukti memiliki demand tinggi. Pembagian dari keseluruhan proposal yang masuk adalah 60proposal non produksi film seperti kursus atau festival film, dan sekitar 280 adalah pembuat film yang terdiri dari pembuat film panjang, pendek, fiksi, dokumenter, animasi bahkan series.

Menurut Agung, kesempatan seperti ini sangat penting, karena infrastruktur perfilman di Indonesia belum lengkap dan seimbang. Diperlukan ekosistem yang seimbang termasuk area pendidikan, distribusi, marketing, dan promosi.

“Tahun ini, Akatara juga mulai melibatkan sumber pembiayaan perbankan seperti BNI, BNI Syariah, BCA, dan Mandiri Institute yang diharapkan bisa berinteraksi dengan pemilik proposal yang tidak hanya pembuat film tetapi juga pembuat sekolah atau kursus film atau festival film,” jelas Agung.

Lebih lanjut, Agung menjelaskan jika target Akatara 2018 adalah menemukan bibit-bibit film entrepreneur atau pebisnis film.

Filmmaker sudah ada dan sudah banyak, yang dibutuhkan sekarang adalah film entrepreneur, yaitu orang-orang yang berkecimpung di dunia film tetapi tidak fokus pada pembuatan film melainkan pada sisi bisnis sehingga bisa mengembangkan ekosistemnya.

"Bisa melihat film dari kacamata makro, tidak terkait pada seni atau craftmanship membuat filmnya saja. Bisa memikirkan bagaimana seni menjual dan memasarkan film.

"Selain produksi, ada unit lainnya seperti sales, marketing, public relation, R&D (research & development), pengembangan unit bisnis baru, diversifikasi produk, hingga ke pengelolaan perusahaan film sendiri dengan adanya manajer dan direktur perusahaan,” terang pria lulusan arsitektur Universitas Parahiyangan itu.

Baca Juga : 3 Hal yang Nggak Lo Tau Soal Manusia Pertama di Bulan dari Film First Man!

“Budaya industri film sekarang adalah sang pembuat film dibebankan memikirkan hal mulai dari nol hingga proses membuat, memasarkan hingga distribusi. Beban pekerjaan tidak terbagi secara merata. Kondisi seperti inilah yang membuat perusahaan film tidak sustainable,” ungkapnya.

Dengan Bekraf menginisiasi WCCE yang mengundang lebih dari 70 negara, Agung merasa itu sangat penting. “Istilahnya untuk merapatkan barisan, berkolaborasi, bersatu dan mensinergikan seluruh potensi yang ada di seluruh negeri. Di sini kita bisa bisa memperlihatkan kepada dunia, potensi konten dan content creator anak bangsa yang luar biasa,” ujarnya.

Dalam WCCE ini, Agung berharap dapat melakukan MOU inisiatif dengan beberapa negara seperti misalnya dengan Selandia Baru yang merupakan negara ekonomi kreatif nomor satu di dunia.

Berkat Peter Jackson dan film Lord of The Ring, film-film Hollywood melakukan pasca produksinya di sana. “Kita bisa bekerja sama di bidang training atau ko-produksi yang bisa meningkatkan kualitas film Indonesia, baik dari segi pasca produksi atau kemampuan SDM-nya,” tutupnya. (*)

Editor : Hai

Baca Lainnya

Latest