Follow Us

Mengapa Sebaiknya Kita Nggak Perlu Beda-bedain Atlet ESports Dengan Atlet Olahraga Lainnya

Dio Firdaus - Senin, 20 Agustus 2018 | 18:16
EVOS eSports
instagram.com

EVOS eSports

HAI-ONLINE.COM- Saat ini, nama 'gamer' seolah-olah sudah nggak dipandang sebelah mata lagi. Pasalnya, eSport yang kini semakin lama semakin berkembang dan semakin banyak juga pemain profesional yang bermunculan membuat banyak orang sadar kalau bermain game nggak selamanya hanya untuk sekedar hiburan.

Berkembangnya eSport di dunia perolahragaan pun ditandai oleh masuknya cabang olaharaga eSport yang menampilkan enam video game seperti AoV, League of Legends, PES, Clash Royale, Hearthstone dan Starcraft masuk ke dalam Asian Games 2018.

Menurut keterangan Sekretaris Jenderal Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Helen Sarita Delima, ini adalah pertama kalinya e-sports dilombakan di ajang olahraga antar-bangsa sekelas Olimpiade.

"Ini baru masuk jadi eksibisi di Asian Games 2018, lewat keputusan rapat tahun lalu. Nanti tahun 2020 (e-sports) masih akan jadi eksibisi di Olimpiade, baru kemudian tahun 2024 baru resmi jadi cabor (cabang olahraga)," jelasnya.

Helen mengatakan, pertimbangan untuk memasukkan e-sports sebagai olahraga eksibisi diambil layaknya cabang populer lainnya.

"Jangan salah, jadi kriteria untuk sport itu ada kecepatan yang dinilai, kemudian ada keahlian, kemudian juga menggunakan tenaga. Sekarang pemain gamesitu kan menggunakan pikiran, tenaga, untuk berpikir bagaimana mengendalikan permainan," tuturnya.

Ia lantas membandingkan e-sports dengan cabang olahraga lainnya.

"Bukan asal main tapi mengasah otak, sama kaya bridge, cuma main kartu, tapi olahraga juga kan? Catur juga, sport juga kan?," tukasnya.

"Untuk jadi atlet e-sports tidak hanya duduk dan main games, dia (atlet) ada proses, ada bagaimana dia menjalani pelatihan supaya dia punya stamina, untuk memberikan kebugaran," utaranya.

Ketua Umum Asosiasi E-sports Indonesia (IeSPA), Eddy Lim, mengatakan, perbedaan antara e-sports dengan game biasa adalah tujuannya.

"Jadi begini, saya sama anda beradu, adu otak, adu strategi, nah yang dipakai buat adu apa? bisa dalam bentuk bidak catur, bisa dalam bentuk kartu, bisa dalam bentuk games."

"Tapi kalau main games beda lagi, itu memang untuk cari hiburan. Memang ada tujuannya tapi ya segitu saja."

Persiapan fisik jelang tanding

Eddy menjelaskan, seperti halnya atlet cabang olahraga lainnya, atlet e-sports juga memiliki persiapan fisik yang harus dilakukan.

"Karena otak kita dipacu kalau bisa 100 persen jadi badan harus fit, jadi latihan fisik untuk atlet e-sports ya tujuannya agar badannya fit."

Ia menyebut atlet e-sports tak ubahnya atlet profesional lain.

"Kalau gamers memang tidak memperhatikan badan, kalau atlet e-sports beda, mereka punya jadwal yang sama seperti olahragawan yang lain."

Penuturan Eddy dibenarkan oleh Setia Widianto (22), atlet e-sports Indonesia dari cabang Pro Evolution Soccer atau PES.

Menjelang tanding, ia justru tak mau kelelahan.

"Kalau misalkan besok bertanding, sehari sebelumnya harus sudah jaga ketahanan tubuh seperti tidur teratur. Nggak bisa kalau besok bertanding hari ini tidurnya acak-acakan, karena kondisi fisik prima itu benar-benar dibutuhkan di games (e-sports)," ujar pemuda asal Bandung yang mulai mengenal gamessejak usia kanak-kanak ini.

Widi, begitu ia akrab disapa, juga berpendapat bahwa games yang masuk dalam e-sports membutuhkan komitmen dan keseriusan.

"Harus bisa ngatur strategi, pakai otak juga, terus konsentrasi penuh."

Indonesia sendiri sebagai tuan rumah mengirimkan 17 atlet e-sports dengan keseluruhan usia di bawah 25 tahun.

Diikuti oleh atlet lainnya dari Jepang, China, Korea, Vietnam, Iran, dan 12 negara lain, e-sports akan dipertandingkan mulai akhir Agustus dan siapapun juaranya tidak akan menambah perolehan medali dari negara peserta.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul 'Gamer' Bersanding Dengan Atlet Olahraga Lain di Asian Games Indonesia 2018

Source : tribunnews

Editor : Hai

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest