HAI-online.com - Bisa tetap hidup walau terjebak di dalam goa sejauh 3 Km dari pintu masuknya tanpa makanan dan mesti berbagi oksigen dengan 12 orang selama 10 hari adalah sebuah keajaiban.
"Sangat mungkin terjadi para bocah di goa itu saat belum ditemukan tim penyelamat, mengalami kecemasan, ketakutan, bingung, dan pasrah," kata Paul Auerbach dari Department Kesehatan di Stanford University.
Barangkali situasi buruk itu akan menimpa 12 remaja tersebut jika tak ada Ekkapol Chanthawong, asisten pelatih Wild Boars, klub bola mereka.
Selama terjebak di dalam goa tersebut, Ekkapol mengajari anak asuhannya itu untuk bermeditasi, sehingga kecemasan bisa teredam.
"(Meditasi) membuat ketakutan serta pikiran-pikiran negatif pergi seperti badai yang lewat. Itu lebih baik ketimbang melawan ketakutan tersebut," kata David Spiegel, seorang profesor psikiatris dan ilmu perilaku di Stanford University.
Para orang tua remaja tersebut pun mengaku terkurangi kecemasannya saat ingat bahwa yang bersama anaknya adalah Ekkapol. Aisha Wiboonrungrueng, ibu dari Chanin, salah satu remaja tersebut yakin bahwa pribadi Ekkapol yang tenang dan kalem akan memengaruhi pikiran anak-anaknya.
"Lihat bagaimana tenangnya mereka duduk menunggu. Nggak ada satu pun yang menangis. Ini menakjubkan," katanya saat melihat video rekaman momen-momen 13 orang itu ditemukan regu penyelemat.
Ekkapol Pernah Menjadi Biksu
Masa lalu Ekkapol terselimut duka. Saat ia masih 10 tahun, tepatnya 2003, seluruh keluarga di rumahnya terserang penyakit mematikan. Kedua orang tuanya dan seorang adiknya yang berusia 7 tahun meninggal. Ekkapol hanya satu-satunya yang selamat.
Setelah tragedi itu, ia dirawat oleh keluarga jauhnya namun julukan cowok sedih dan pemurung tak bisa lepas darinya. Keluarganya itu lalu mengirim Ekkapol ke sebuah kuil Budha sehingga ia bisa dilatih menjadi biksu.
Ekkapol menghabiskan 10 tahun hidup di kui. Sejak itu ia punya kebiasaan baru, yaitu meditasi. Bahkan setelah cabut dari kuil pun ia masih suka melakukannya.
"Ia bahkan bisa bermidatasi sampai satu jam, lho," kata bibinya, Tham Chanthawong.