HAI-ONLINE.COM - Guys, tau nggak sih kabar tentang siswi SMAN 1 Semarang yang dikembalikan ke orangtuanya alias di keluarkan karena LKS atau Latihan Kepemimpinan Siswa? Kalau belum, nih deh HAI ceritain dulu.
Seorang siswi SMAN 1 Semarang yang bernama Anindya Puspita Helga Nur Fadhil dikenal sebagai anak yang aktif dan berprestasi. Hal itu yang membuat Anin masuk ke dalam OSIS dan ditunjuk sebagai pemberi materi kepemimpinan.
Singkat cerita. Beberapa hari setelah usai melaksanakan kegiatan LKS, Anin menerima surat dari sekolah yang menyatakan bahwa per tanggal 6 Februari 2018, Anin sudah nggak lagi sekolah di SMAN 1 Semarang alias dikeluarkan.
Hal itu terjadi karena pada saat usai LKS, ada sebagian orangtua murid yang melaporkan ke sekolah kalau ada tindak kekerasan pada anak mereka. Selanjutnya para orangtua murid itu memaksa sekolah untuk merazia ponsel anak-anak OSIS.
Terus, ditemukan juga tuhrekaman video yang dinilai berlebihan dan manifestasi tindak kekerasan. Namun sebenarnya bukan itu yang terjadi sebenarnya.
Anin mengaku bahwa yang terjadi hanyalah adu argumentasi dan junior itu berbuat suatu kesalahan. Tentunya akan selalu ada hukuman untuk menembus kesalahan. Untuk menembus kesalahan itu, Anin sendiri yang menanyakan mau hukuman seperti apa dan si junior pun meminta untuk ditampar.
Selain itu, Anin pun menambahkan kalau ia nggak betul-betul menampar junior itu dengan keras, melainkan hanya berpura-pura saja. Namun malangnya, sekolah seperti nggak terima dengan pengakuan Anin.
Keputusan sekolah udah bulat. Anin tetap dipindahkan ke sekolah lain yang sudah diajukan. Jadi, Anin nggak bisa lulus bareng teman-teman satu almamaternya
Menanggapi kasus ini, apa pendapat kalian? Apakah kalian setuju dengan keputusan sekolah? Karena penasaran, HAI akhirnya mewawancara 5 siswa SMA mengenai apa pendapat mereka tentang kasus yang menimpa Anin. Yuk, langsung simak.
Mohamad Dhirga Cahya Putra - SMAN 4 Jakarta
"Menurut gue, itu pihak sekolah udah keterlaluan sih. Mereka kan menugasi si Anin dan temennya untuk LKS dan LDK, dan pihak sekolah pastinya tau dong standar LDK itu seperti apa dan sudah jelas kan, LDK itu melatih dasar kepemimpinan seorang siswa. Anin melakukan hal tersebut kan juga permintaan si juniornya. Karena dia salah terus dapet sanksi, disuruh pilih mau diapain. Itu kan udah menjadi hal yang mendasar di LDK. Yang aneh lagi, sekolahnya juga tiba-tiba ngasih poin dan berpacu dalam peraturan sekolah yang kalo menurut gue peraturannya itu masih rapuh dan nggak mendasar. Bukannya dari dinas sepenuhnya."