Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Mengenal Sutradara Upi dan Film Remaja Terbarunya, My Generation

Fadli Adzani - Sabtu, 28 Oktober 2017 | 07:15
Sutradara Upi
Fadli Adzani

Sutradara Upi

Kalau lo inget film-film berjudul Radit dan Jani, Realita Cinta dan Rock and Roll hingga 30 Hari Mencari Cinta, masa kecil lo berarti dipenuhi dengan film garapan sutradara Upi.

Yap, sutradara yang seneng banget mengangkat isu-isu yang terjadi di tengah anak-anak muda itu akan merilis film terbarunya, My Generation,

Film yang digarap IFI Sinema ini bakal datang ke bioskop-bioskop terdekat lo pada tanggal 9 November mendatang.

Nah, HAI berkesempatan ngobrol panjang sama Mbak Upi terkait tentang karier sutradaranya dan juga film My Generation.

Ceritain tentang film My Generation dan pesan yang ingin disampaikan?

Sebenarnya, pertama kali gue pengen buat film My Generation itu karena gue merasa anak-anak milenial sekarang sudah dilabelkan dan sudah ada labelnya: pemalas, serba instan, terpaku sama hal-hal berbau teknologi, dianggepnya tech savvy, narsistik dan segala macem. Gue jadi penasaran, apakah benar anak-anak milenial seperti itu? Dan kenapa hanya negatifnya saja yang selalu diangkat?

Pada akhirnya setelah gue melakukan riset, memang zaman berubah, dan memang anak-anak ini lahir di zaman yang teknologinya tuh sudah seperti saat ini, mereka hanya beradaptasi saja dengan hal itu semua.

Tapi, sebenarnya masalah-masalah mendasar itu sama aja, jadi sejauh apa zaman berubah, ternyata masalah-masalah mendasarnya seperti hubungan dengan orang tua, anak dengan pendidikan, guru dan sistem yang ada, apa yang mereka keluhkan, apa yang mereka kritik, itu sama aja, masalah mendasarnya sama aja, mau dari generasi dulu hingga sekarang sama aja. Yang mereka keluhkan dengan yang saya keluhkan zaman dulu itu sama, dasarnya sama aja.

Di dalam film My Generation, apakah generasi muda dan yang tua akan terlibat dalam clash?

Di dalam film ini kita ingin menunjukkan bahwa ada point of view dari yang muda dan yang tua, pasti di situ ada clash-nya, seperti apa, sih, pemikiran orang tua dan seperti apa, sih, pemikiran anak muda.

Nah, risetnya berapa lama dan apa aja yang mbak Upi riset?

Risetnya saya tuh lebih ke sosial media, yang ada semua saya lihat, saya baca. Nggak ada kalangan tertentu, semua anak muda saya baca, random aja. Dari YouTube, Twitter, Facebook, semua media sosial mereka saya lihat.

Sutradara Upi
Gue lebih baca ke media sosial mereka yang ada. Lucu sih, kalau dulu saya ingin mengkritisi dan mengeluh sesuatu, paling saya cuma ngomong sama temen-temen aja, tapi kalo anak sekarang, mereka menyalurkannya lewat media sosial, mereka bisa mengkritisi apapun lewat sosial media, itu lucu-lucu banget.

Berarti film ini menggambarkan tentang curhatan anak muda?

Iya, curhatan anak-anak muda tentang orang tua, tentang guru, tentang segala macem.

Ceritain dong mbak jalan produksinya dari penggarapan film My Generation ini?

Jadi awalnya ketika film ini pending, saya harus nemuin produser yang tepat, dalam arti ketika saya mau buat film ini, saya udah bilang sama produser saya bahwa saya harus memakai pemain-pemain baru. Pemain yang sesuai dengan karakternya, sesuai dengan umurnya, yang benar-benar muda.

Jadi, saya nggak mau pakai pemain yang terkenal, di saat umur mereka sudah jauh di atas sosok karakter dan dimuda-mudain. Kita butuh regenerasi di industri film ini.

Regenerasi pemain di industri film kita ini sangat sedikit dan jalannya sangat lambat, kita perlu banget regenerasi itu.

Kebetulan ketika saya ketemu produser saya, Mas Adi, dia menyetujui. Karena nggak banyak produser yang berani membuat satu film remaja, temanya bukan tema cinta, terus mau pakai pemain yang semuanya baru. Nggak banyak yang berani kayak gitu, dan saya pikir kalau saya mau produksi film ini, saya harus ketemu produser yang berani, dan Mas Adi berani.

Proses pencarian casting nya gimana?

Casting itu adalah salah satu hal yang penting dalam proses produksi ini, karena saya ingin benar-benar mencari yang baru, yang benar-benar masih natural banget, jadi saya panggil khusus teman saya, namanya Andika, dan saya bilang saya mau casting yang serius, dan mau mencari anak-anak yang tepat untuk karakter di film ini.

Akhirnya dia bener-bener cari, lewat media sosial, random liat-liat, akhirnya kita menemukan beberapa nama, dan akhirnya beberapa dari mereka yang terpilih. Lumayan lama ya proses casting-nya, jadi ada beberapa tahapan, ada re-casting, sampai akhirnya mereka terpilih.

Mbak Upi, film My Stupid Boss bisa mencapai 3 juta penonton, itu apa, sih, strateginya? Apakah bisa diterapkan juga untuk My Generation?

Sebenarnya kalau ditanya strategi, nggak ada yang tau strategi biar laku atau nggak laku. Nggak pernah ketebak. Bahkan, My Stupid Boss aja, produser gue nggak pernah menebak bahwa film itu bakal laku hingga 3 sekian juta penonton.

Dia cuma bilang, ‘Pi, kita kejar dan push sampai 500 ribu (penonton), ya’ dia bilang gitu. Dia pun juga nggak nyangka My Stupid Boss bisa sampai meledak kayak gitu. Film itu juga banyak faktornya nanti, faktor marketingnya.

Sebenarnya semuanya terkait satu sama lain, apapun itu, yang penting kalau buat saya itu, saya buat aja film yang baik dan benar dulu, bahwasanya nantinya film itu bisa diterima penontonnya banyak atau sedikit, yang penting kita coba membuat film yang benar dan baik dulu.

Kenapa, sih, Mbak Upi senang membuat film tentang anak muda?

Hmm, senang aja membuat film remaja. Sebenarnya kan, untuk saya mencapai di titik ini sebagai orang tua, semua ini karena apa yang saya jalani di masa remaja dulu. Masa remaja itu masa yang sangat menentukan kemana nantinya lo pergi dan lo berada.

Jadi, dinamikanya lebih banyak, mereka masih banyak pengen tau, masih mencari jawaban-jawaban atas pertanyaan, mencari jalannya sendiri, mau itu salah atau benar, tapi itu semua proses yang mereka jalanin. Kalau saya sih lebih senang buat film tentang yang anak remaja banget atau yang tua sekalian. Tapi film yang tentang orang tua banget ini belum kita bikin, ya.

Apa pandangan Mbak Upi terhadap Gen Z dan milenial saat ini?

Saya suka bingung sama orang tua saat ini yang suka memberi cap jelek terhadap anak milenial ini, karena menurut gue setiap generasi itu ada baik dan buruknya, dan gue agak iri, dalam artian baik, terhadap generasi ini.

Mereka tuh lebih berani, nggak terlalu bergantung. Kalau zaman kita dulu mau jadi artis kita harus bergantung harus ada produser dulu. Tapi anak-anak sekarang buat channel YouTube, dan rasa kebergantungan itu berkurang. Mereka lebih kreatif, mereka lebih cepat untuk mencari uang sendiri, berani untuk memutuskan mau jadi apa, cita-citanya udah nggak konvensional lagi.

Gue nggak ngerti, mengapa banyak orang tua yang menjelek-jelekkan generasi milenial saat ini, kalau gue, gimanapun juga, generasi milenial ini adalah generasi anak gue.

Jika Mbak Upi terlahir sebagai Gen Z, apa, sih, yang akan Mbak Upi lakukan?

Mungkin gue udah buat channel YouTube gue sendiri, gue udah bikin film-film pendek gue sendiri, gue puter di YouTube, lebih berani karena resikonya nggak terlalu besar.

Editor : Hai





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Hot Topic

Tag Popular

x