Isu tentang intoleran sedang menyeruak di Indonesia. Bukan di lingkup politik nasional saja ternyata, suatu aksi intoleran baru-baru ini ditemukan di sekolah.
"Ada keengganan anak dipimpin ketua OSIS yang berbeda agama," kata Henny Supolo, Ketua Yayasan Cahaya Guru pada diskusi peringantan Hari Pendidikan Nasional, Selasa (02/05), dikutip Kompas.com
Penelitian yang dilakukan Kemendikbud pun menunjukkan bahwa ada potensi intoleransi terjadi di sekolah. Ada 8,2 % warga sekolah yang menolak ketua OSIS beda agama. Sementara ada 23% yang menyatakan lebih nyaman dipimpin ketua OSIS seagama.
Walau begitu, lebih banyak warga sekolah yang menunjukkan sikap toleransi.
Kabar ini menyita perhatian Muhadjir Effendy, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Ia menegaskan bahwa sekolah mesti bebas dari sikap intoleransi. Segala materi yang berbau intoleransi mesti ditepi.
"Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah tikdak boleh dimaasukkan doktrin menyesatkan," kata Mendikbud ketika meresmikan pendirian SMK 1 Muhammadiyah, Bogor, Jumat (06/05)
Jika intoleransi mulai tercium di lingkungan sekolah, guru adalah garda depan yang mesti menghadapinya.
"Jangan berikan ruang intoleran di sekolah-sekolah. JIka guru mendapati gejala tersebut, maka harus segera mengambil langkah yang mendidik dan mencerahkan,"
Nilai-nilai toleransi yang digadang oleh Pancasila perlu dikedepankan oleh para guru.
"Semua guru harus memberikan teladan kepada para siswa untuk saling menghargai dalam keberagaman di sekolah. Berikan pencerahan kepada siswa tentang Keindonesiaan yang mengedepankan nilai-nilai Pancasila, sehingga tidak ada tindakan intoleran di sekolah," kata Muhadjir.
Siap, pak! Kami siap menjaga sekolah dari intoleransi.