Kalau persoalan ini mungkin ini bisa jadi bias politik, yah. Karena dari dulu Bandung tuh jadi kota seribu jargon. Kota kreatif lah, kota kuliner lah, kota wisata lah, kota HAM lah, dan yang terakhir yah kota musik. Rasanya jargon-jargon itu yang banyak “dimainkan” karena emang punya kaitan dengan citra kota (city branding). Cuma sayang aja kalau digaung-gaungkan sebagai kota musik, tapi dalemannya, baik itu infrastruktur kota maupun kebijakan, masih bobrok.
Jadi sebelum “nge-branding” lebih baik dalemannya diperbaiki dulu. Infrastruktur kota nggak hanya menyediakan gedung konser semata, tapi bisa ngaruh juga ke soal akses transportasi, kontrol sewa biaya lahan, atau nyediain akses ruang publik yang nyaman. Atau langkah kebijakan seperti kemudahan pinjaman kredit buat pelaku kreatif (musisi), kemudahan perizinan acara, atau bantuan promosi ke luar negeri (program beasiswa atau pertukaran seniman/musisi).
Jadi, ini nggak hanya tugas musisi aja sih, tapi emang kalau mau ditumbuhkan agar jadi Kota Musik yang nyata emang perlu kerja semua pihak. Mungkin hindari dulu lah sinisme, dan gontok-gontokkan kepentingan. Kalau mau yah harus duduk bareng dulu. Musisi juga ikut dilibatkan karena mereka memang stakeholder paling utama di sini.
Seindie-indienya band dan label, pasti butuh dukungan juga kan. Nah, dukungan seperti apa yang dibutuhkan oleh ekosistem musik sekarang ini?
Kebijakan yang mendukung inovasi dan kreativitas. Paling praktis, dan paling banyak dikeluhkan adalah kemudahan akan biaya perizinan. Kalau ini dimudahkan bukan tidak mungkin akan bermunculan banyak gigs dengan beragam konsep yang seru. Gue pikir sektor kebijakan publik harus mulai mengantisipasi ini mulai dari kemudahan perizinan acara, kemudahan pinjaman kredit buat pelaku kreatif (musisi), atau bantuan promosi ke luar negeri (program beasiswa atau pertukaran seniman/musisi).
Pemerintah perlu melihat jauh ke dalam hal ini. Karena kalau tidak swasta/korporat yang melihatnya. Bisa aja kan pemerintah dengan dana CSR dari swasta bikin semacam residensi untuk tukar menukar seniman/musisi antar kota di luar negeri dan semua saling tukar menukar pengetahuan melalui workshop, seminar, hingga konser. Asik banget rasanya.
Terus, apa yang akan terjadi kalau sampai beberapa tahun ke depan pun, pemerintah belum bisa ngasih dukungan untuk perkembangan musik?
Mungkin akan baik-baik saja. Tapi nggak tahu juga. Mungkin akan banyak terjadi komodifikasi, dan anak muda/komunitas hanya jadi komoditas pasif oleh korporasi. Tapi bukan berarti jika pemerintah turun tangan juga akan lepas dari komodifikasi juga. Nggak gitu juga. Tapi kalau mau menumbuhkan kultur yang baik, terutama mengedepankan inovasi dan kreativitas, emang perlu selaras antara komunitas, pemerintah, dan korporat (swasta/industri). Semuanya punya porsinya masing-masing.
Pemerintah hanya perlu menyediakan dukungan berupa kebijakan, swasta tentu menyerap hasil kreativitas itu hingga jadi industri, dan komunitas tentu perlu wadah yang kondusif dalam bereksplorasi dan berkreasi. Kalau kebijakannya mendukung, industrinya mendukung, kan karya-karya komunitas juga bisa jadi lebih bersemangat berkarya, karena ada dukungannya.
Sekarang ini kan mahasiswa dan anak SMA juga sering banget bikin gigs atau bahkan festival musik bawa nama kampusnya. Nah, apakah itu cukup? apa sih yang sebenernya bisa (dan perlu) dilakukan lagi oleh anak kampus untuk ngedukung ekosistem musik?
Kampus kan seharusnya jadi tempat untuk bereksplorasi, bereksperimentasi, dan berkreasi. Kampus kan tempat belajar. Tapi ini contoh bagaimana komodifikasi itu terjadi. Anak muda terutama pelajar dan mahasiswa kan pasar yang besar dan konsumtif. Makanya, yang terjadi adalah saling kompetisi untuk bisa ngundang artis terkenal dan mahal. Gengsi diutamakan.
Padahal kan seharusnya kalau mau bersaing yah soal ide dan konsep. Kampus dari dulu padahal tumbuh sebagai salah satu ekosistem di komunitas yang banyak melahirkan ide-ide dengan band-band kerennya seperti IKJ yang banyak melahirkan band seperti White Shoes and The Couples Company, The Upstairs, Goodnight Electric, dan masih banyak lagi. Atau Itenas yang melahirkan Mocca, atau ITB muncul band Seurieus.